Profil Tanri Abeng, Menteri BUMN Era Soeharto yang Meninggal Dunia Hari Ini

23 Juni 2024 10:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengusaha Indonesia, Tanri Abeng. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengusaha Indonesia, Tanri Abeng. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN, Tanri Abeng, mengembuskan napas terakhirnya pada Minggu dini hari, (23/6). Tanri memimpin kementerian yang mengurusi perusahaan pelat merah itu saat era Presiden Soeharto dan BJ Habibie.
ADVERTISEMENT
Perjalanan Tanri sebelum memimpin BUMN cukup panjang. Berdasarkan data di laman Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Tanri Abeng merupakan pengusaha yang lahir di Selayar, Sulawesi Selatan, pada 7 Maret 1942.
Tanri Abeng pernah menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanudin, Ujungpandang hingga Program Master of Business Administrasion di University of New York, Buffalo, Amerika Serikat.
Sewaktu kuliah, Tanri Abeng bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan eksportir dan mengajar bahasa Inggris di sebuah SMA. Kemudian ia memperoleh beasiswa untuk mengambil Master of Business Administration dari State University, New York, AS.
Setelah lulus MBA, ia bergabung dengan Union Carbide, dimulai dari management trainee di Amerika Serikat. Ketika berusia 29 tahun, ia sudah menjabat sebagai direktur keuangan dan Corporate Secretary di perusahaan multinasional tersebut.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, Tanri mengundurkan diri dari Union Carbide dan memilih bergabung dengan PT Perusahaan Bir Indonesia (sekarang Multi Bintang Indonesia). Tahun 1979, ia menjadi Chief Executive Officer (CEO) di Multi Bintang. Sejalan dengan perkembangan perusahaan, namanya berganti dari PBI (Perusahaan Bir Indonesia) menjadi PT MBI (Multi Bintang Indonesia).
Pada 1991, Tanri mendapat tantangan baru untuk menjadi CEO di Bakrie Brothers. Di Bakrie Brothers, ia coba melakukan restrukturisasi, profitisasi, dan pada akhirnya bisa menjadi perusahaan publik. Dalam setahun ia telah berhasil meningkatkan keuntungan kelompok usaha Bakrie itu hingga 30 persen.
Selain menjadi CEO, ia juga memegang banyak posisi senior non eksekutif di banyak organisasi pemerintahan dan LSM, seperti Komisi Pendidikan Nasional, Badan Promosi Pariwisata, Dana Mitra Lingkungan, Asosiasi Indonesia Inggris, Institut Asia-Australia, hingga Yayasan Mitra Mandiri.
ADVERTISEMENT
Ketika pemerintah berniat melakukan pendayagunaan atau restrukturisasi dan privatisasi BUMN, Tanri menjadi orang yang dinilai paling kompeten. Ia diangkat menjabat Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Kabinet Pembangunan VII, kebinet terakhir pemerintahan Soeharto (1998). Hingga masa pemerintahan B.J. Habibie, ia tetap dipercaya di posisi jabatan yang sama dalam Kabinet Reformasi (25 Mei s/d 13 Oktober 1999).
Setelah tidak menjabat menteri, Tanri lebih banyak memanfaatkan waktunya untuk mengembangkan pemikiran dan pendidikan manajemen, termasuk penulisan buku manajemen. Ia membuat buku "Dari Meja Tanri Abeng: Managing atau Chaos", yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan pada tahun 2000.
Tanri Abeng pernah mengungkapkan sebelum adanya Kementerian BUMN, ratusan perusahaan pelat merah berada di bawah 17 kementerian. Kondisi tersebut tentu membuat kinerja perusahaan BUMN kurang maksimal.
ADVERTISEMENT
“Jadi karakteristik BUMN kita waktu itu dan oleh pemimpinnya adalah pertama monopolistik, birokratik, comfort zone. Itulah yang harus diubah, harus ditransformasi,” kata Tanri saat acara yang digelar BUMN Muda, Rabu, 25 Agustus 2021.
Tanri menganggap peran anak-anak muda diperlukan dalam meningkatkan kinerja BUMN. Ia merasa saat ini anak-anak muda berada di kondisi yang mendukung kinerja BUMN karena tidak melulu berkutat pada monopolistik hingga birokratik.
“Jadi starting poinnya menurut saya bagus. Akan tetapi perlu proses, perlu akselerasi karena kita enggak bisa menunggu 20 tahun lagi sebelum anda-anda menjadi leader,” ujar Tanri.