Program 3 Juta Rumah Pakai Skema Bisnis dan APBN

14 Januari 2025 15:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara rumah subsidi yang telah selesai dibangun di Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (7/11/2024). Foto: Putra M. Akbar/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara rumah subsidi yang telah selesai dibangun di Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (7/11/2024). Foto: Putra M. Akbar/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pembangunan program 3 juta rumah, 1 juta perkotaan dan 2 juta di desa akan memiliki skema yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah menjelaskan, pembangunan rumah di desa akan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sementara pembangunan di kota akan menggunakan skema bisnis.
“Kalau kami menghitung-hitung kayaknya desa itu lebih banyak andilnya APBN tapi di kota itu skemanya itu bisa masuk skema bisnis,” jelas Fahri dalam pidatonya pada Policy Seminar Sustainable Housing, Building and Cities in Indonesia di Hotel Fairmont, Jakarta Selatan pada Selasa (14/1).
Fahri melihat skema bisnis sulit diterapkan untuk pembangunan di desa karena kebanyakan orang di desa sudah memiliki rumah dan hanya butuh renovasi. Skema bisnis dinilai lebih cocok untuk pembangunan di perkotaan karena kebutuhan yang besar.
“Kami menghitung bahwa di desa itu kalau kita pakai model bisnis agak sulit. Mayoritas di desa sebenarnya sudah punya rumah cuma rumahnya tidak layak,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Diketahui, nantinya program 3 juta rumah di desa akan berfokus kepada rumah tapak sementara untuk kota akan berfokus pada hunian vertikal. Nantinya, program ini akan membangun 2 juta rumah di desa dan 1 juta rumah di kota setiap tahunnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dukungan APBN untuk sektor perumahan pada tahun 2025 mencakup alokasi anggaran Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) sebesar Rp 5,27 triliun.
Selain itu, pemerintah menyiapkan pembiayaan perumahan dengan total Rp 35 triliun. Pembiayaan ini terdiri dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp 28,2 triliun untuk 220.000 unit rumah. Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar Rp 1,8 triliun untuk 14.200 unit rumah