Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak Rp 26,6 T, Bos KAI Beberkan Sebabnya

2 September 2021 14:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.  Foto: Dok KCIC
zoom-in-whitePerbesar
Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Foto: Dok KCIC
ADVERTISEMENT
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mengalami persoalan lahan dalam proses pembangunannya. Akibatnya, beban biaya bertambah hingga Rp 26,6 triliun.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, proyek ini diperhitungkan membutuhkan biaya USD 6,07 miliar melalui kerja sama pemerintah Indonesia dan China. Kini biaya proyek menjadi USD 7,97 miliar. Proyek yang dimulai sejak tahun 2016 ini telah mencapai 77,9 persen hingga Agustus minggu kedua 2021.
Indonesia diwakili lima perusahaan konsorsium lokal yaitu PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dengan porsi saham 60 persen. Sementara China, diwakili oleh Beijing Yawan HSR Co Ltd dengan porsi saham 40 persen.
Foto udara struktur jembatan tertinggi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Section Tunnel #6 DK 88 di Desa Depok, Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (15/6/2021). Foto: M Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
Persoalan biaya dimulai sejak badai pandemi melanda. Puncaknya pada September 2020, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengadakan rapat untuk meninjau ulang biaya proyek yang bengkak.
“Mulai itu lah sudah dilakukan berkali kali pembahasan,” kata Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, Didiek Hartantyo, saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (1/9).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI Salusra Wijaya mengungkapkan, penyebab lain pembengkakan proyek KCJB ini adalah penundaan pembebasan lahan.
Selain itu, penyesuaian harga pembangunan konstruksi seperti kenaikan bahan baku juga menjadi penyebab naiknya biaya proyek. Khusus untuk pembebasan lahan naik 35 persen dari proyeksi awal.
“Dengan asumsi 75 persen dari cost overrun disetujui oleh Beijing Yawan dan CBD dapat dicover oleh pinjaman baru CBD, maka porsi cost overrun yang menjadi tanggung jawab sponsor Indonesia adalah sebesar Rp 4,1 triliun yang diusulkan untuk dipenuhi melalui PMN,” kata Salursa.