Proyek Smelter Molor, Freeport Kena Tegur ESDM

24 November 2020 8:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengerjaan pemadatan lahan di bakal lokasi smelter PT Freeport Indonesia di kawasan industri JIIPE, Gresik. Foto: Wendiyanto Saputro/ kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengerjaan pemadatan lahan di bakal lokasi smelter PT Freeport Indonesia di kawasan industri JIIPE, Gresik. Foto: Wendiyanto Saputro/ kumparan
ADVERTISEMENT
PT Freeport Indonesia (PTFI) mendapat teguran dari Kementerian ESDM atas keterlambatan konstruksi pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur. Teguran itu dilayangkan kementerian dalam Surat Teguran nomor 1.197/36/DJB/2020 pada 30 September 2020.
ADVERTISEMENT
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan, sejauh ini progres pembangunan smelter Freeport baru 5,86 persen. Padahal ditargetkan sudah bisa beroperasi tahun 2023.
“Progres pembangunan smelter tembaga PTFI sampai saat ini adalah mencapai 5,86 persen dan direncanakan beroperasi pada 2023 dengan kapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun,” kata Arifin saat rapat dengan Komisi VII DPR yang disiarkan secara virtual, Senin (23/11).

Freeport Indonesia Merespons Surat Teguran

Arifin mengatakan, PTFI langsung merespons surat yang dikirimkan oleh Kementerian ESDM melalui surat nomor 508/OPD-PTFI/IX/2020 tanggal 30 September 2020 yang menyampaikan bahwa pilling test dan pile load test akan mengalami keterlambatan.
Semula kegiatan tersebut direncanakan pada akhir bulan September 2020. Namun, baru dapat dilakukan pada awal November 2020. Tanggal 11 November PTFI telah menyampaikan tanggapan atas teguran tersebut bahwa PTFI telah memberikan notice to proceed ke Chiyoda untuk melakukan pekerjaan tes pilling. Chiyoda telah mulai melakukan pengadaan dan mobilisasi peralatan serta pekerjaan ke Gresik.
ADVERTISEMENT
Arifin menjelaskan bahwa kondisi tersebut juga disebabkan kendala yang sebelumnya dihadapi yaitu adanya pandemi COVID-19. Sebab, kata Arifin, pandemi pembuat tertundanya pengiriman peralatan dan kedatangan tenaga ahli dari luar negeri.
Menteri ESDM Arifin Tasrif di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (30/1). Foto: Ema Fitriyani/kumparan

Freeport Indonesia Minta Penyelesaian Proyek Ditunda Sampai 2024

Sebelum mendapatkan surat teguran, Freeport Indonesia meminta penyelesaian pembangunan smelter ini ditunda hingga 2024. Wakil Presiden Direktur PTFI Jenpino Ngabdi mengatakan, alasan permohonan untuk mundurnya penyelesaian smelter di Gresik karena terdampak wabah virus corona.
"Penundaan sudah berjalan 6 bulan sehingga apabila kita paksakan akhir 2023 ini, EPC kontraktor menyatakan tidak sanggup menyelesaikan, sehingga perlu revisi jadwal. Jadi apabila memungkinkan agar kami dikasih kelonggaran sampai 2024," kata dia Jenpino dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI, Kamis (27/9).
ADVERTISEMENT
Menurut Jenpino, wabah corona ini membuat kontraktor teknik, pengadaan, dan konstruksi atau engineering, procurement, and construction (EPC) dan vendor yang digaet belum melakukan finalisasi pengerjaan yang berkaitan dengan biaya dan waktu penyelesaian. Kontraktor sulit bergerak, terutama mereka yang berasal dari luar negeri.

Bos Besar Freeport Lobi Pemerintah Agar Proyek Smelter Dibatalkan

Jika perwakilan Freeport Indonesia meminta adanya penundaan penyelesaian proyek ini selama setahun, beda halnya dengan bos besar Freeport di Amerika Serikat. CEO and Vice Chairman of Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc (FCX), Richard C Adkerson, justru berharap agar proyek ini dibatalkan.
Richard menilai, pembangunan smelter hanya akan menguras biaya dan tak cukup ekonomis. Langkah tersebut tidak menguntungkan terlebih lagi dalam situasi merebaknya pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Atas dasar itu, ia membuka opsi agar Freeport bisa terus mengekspor konsentrat tembaga, tak perlu membangun smelter baru. Langkah ini dinilai juga menguntungkan pemerintah Indonesia karena ada pendapatan negara dari Bea Keluar (BK) konsentrat tembaga.
"Saya menyampaikan PTFI, dipimpin Kementerian BUMN dalam pembahasan internal dengan pemerintah, akan terlibat dalam pembayaran biaya ekspor untuk itu. Manfaatnya, kita tidak perlu membangun proyek konstruksi baru yang besar, dan manfaat finansialnya juga sangat positif bagi pemerintah," jelas Richard dalam keterangan tertulis yang dikutip kumparan, Rabu (28/10).