PSBB Jakarta Disebut Buat Resesi Makin Nyata dan Picu Gelombang PHK Baru

11 September 2020 7:53 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Jakarta akan kembali memberlakukan PSBB. Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jakarta akan kembali memberlakukan PSBB. Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana akan menarik rem darurat dan menerapkan PSBB mulai pekan depan. Aktivitas perkantoran di gedung juga diminta untuk berhenti, kecuali pada 11 sektor.
ADVERTISEMENT
PSBB bertujuan untuk mengendalikan wabah COVID-19 di ibu kota. Meski demikian, hal ini disebut akan berdampak pada perekonomian nasional. Apalagi dilakukan pada kuartal III, di mana menjadi penentu perekonomian tahun ini.
Pada kuartal II, ekonomi nasional domestik minus 5,32 persen. Jika kuartal III yang hanya tersisa tiga minggu ini kembali minus, maka Indonesia akan masuk ke jurang resesi.
Resesi Makin Nyata
Ekonom Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan RI, Eric Sugandi, mengatakan bahwa PSBB total ini perlu dilakukan agar wabah virus corona bisa terkendali. Namun memang, dampak PSBB total DKI akan berdampak ke perlambatan aktivitas ekonomi secara nasional.
“DKI Jakarta kontribusinya sekitar 16 persen dari GDP Indonesia. Jadi kalau pertumbuhan ekonomi di Jakarta terkontraksi, maka dampaknya negatif pada pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Eric kepada kumparan, Kamis (10/9).
ADVERTISEMENT
Dia memperkirakan, perekonomian nasional tahun ini akan minus 2,2 persen. Sehingga resesi tak bisa lagi dihindari di Indonesia.
“Sehingga apa yang perlu dilakukan pemerintah? Kebijakan pemerintah sudah ada di PEN, tinggal bagaimana mempercepat penyalurannya. Jika ada dananya, Pemda DKI perlu berikan BLT untuk rumah tangga miskin dan bantuan dana untuk UMKM,” jelasnya.
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Pixabay
Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah, menegaskan bahwa tanpa PSBB total pun Indonesia akan mengalami resesi. Namun dia berharap, adanya pengetatan PSBB ini bisa mengendalikan wabah COVID-19.
“Tanpa pengetatan PSBB, resesi sudah diyakini akan terjadi. Apalagi dengan PSBB diperketat, meskipun hanya di wilayah DKI,” kata Piter.
Tahun ini, dia memproyeksi ekonomi RI akan minus 3 persen. Dengan adanya pengetatan PSBB di DKI Jakarta, maka kontraksi ekonomi diperkirakan semakin melebar, melebihi minus 3 persen di tahun ini.
ADVERTISEMENT
“Tanpa pengetatan PSBB saya perkirakan minus 3 persen, artinya resesi. Dengan pengetatan PSBB pasti naik lagi, di atas 3 persen,” tambahnya.
Pemerintah Perlu Proaktif
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, menjelaskan PSBB akan mempengaruhi perekonomian domestik. Jakarta pun memiliki andil yang besar terhadap PDB nasional.
“Sedikit banyak apabila PSBB Jakarta dilakukan dan ternyata pertumbuhan ekonomi nasional negatif maka pasti ada kontribusinya. Namun resesi bukanlah masalah utama dari penerapan atau tidak diterapkan PSBB,” kata Riefky.
Foto aerial suasana Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, di Jakarta, Kamis (10/9) yang mulai penuh. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Menurut dia, resesi bisa terjadi bukan hanya semata karena diterapkannya PSBB. Namun ada faktor lainnya yang paling berpengaruh, utamanya kesehatan.
“Resesi ada banyak faktor lain yang berpengaruh, terutama penanganan pandemi dan aspek kesehatan selama kuartal ketiga ini yang relatif buruk,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Riefky berharap, jika PSBB dilaksanakan oleh Pemprov DKI, maka pemerintah pusat perlu proaktif menjaga daya beli masyarakat. Mengingat selama masa PSBB, aktivitas ekonomi akan melambat dan terjadi penurunan pendapat pada masyarakat, khususnya di sektor informal.
“Tidak mungkin pemerintah menutup aktivitas ekonomi dan meminta warga untuk tinggal dirumah tanpa memberikan kompensasi yang adil. Di sinilah peran jaring pengaman sosial jadi makin krusial, agar dampak negatif dari PSBB ini bisa dikendalikan,” kata dia.
Gelombang PHK
Menurut Eric, aktivitas kantor yang dibatasi itu akan membuat jumlah pengangguran meningkat. Apalagi, tak semua sektor industri bisa menerapkan jam kerja yang fleksibel.
“Bisa menaikkan tingkat pengangguran. Tapi memang ada trade off-nya. Tidak bisa terelakkan. Proyeksi saya untuk tingkat pengangguran nasional tahun ini di 9-10 persen,” kata Eric.
Ilustrasi Jakarta akan kembali memberlakukan PSBB. Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
Begitu juga dengan Riefky, yang memproyeksi gelombang PHK akan kembali meningkat jika PSBB diterapkan.
ADVERTISEMENT
“Apabila PSBB kali ini diterapkan kembali, tentu PHK akan kembali meningkat, seperti yang kita lihat di PSBB sebelumnya. PHK dan peningkatan kemiskinan tidak dapat dihindarkan,” kata dia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2020 mencapai 4,99 persen. Angka ini lebih rendah dari dua tahun terakhir, yaitu 5,13 persen pada Februari 2018 dan 5,01 persen pada Februari 2019.
Jumlah penduduk usia kerja di Indonesia yaitu 199,38 juta orang. Jumlahnya naik sebesar 2,92 turun dibandingkan Februari 2019.
Dari jumlah itu, 137,91 juta merupakan angkatan kerja (usia 15 sampai 64 tahun), naik 1,73 juta dari Februari tahun lalu. Dari angka ini, jumlah pengangguran mencapai 6,88 juta orang, naik 60 ribu orang.
ADVERTISEMENT
Pemerintah sendiri memproyeksi angka pengangguran diprediksi naik 2,92 juta orang dalam skenario berat dan naik 5,23 juta orang dalam skenario sangat berat.