Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Batu bara yang menjadi komoditas andalan Indonesia untuk diekspor menghadapi tekanan di Eropa karena dianggap mengotori dan merusak lingkungan. Lembaga pembiayaan di sana pun bakal menyetop pinjaman untuk proyek batu bara pada 2022 mendatang.
ADVERTISEMENT
Di Asia, belum lama ini, Pemerintah Jepang resmi memberlakukan kebijakan pembatasan investasi pada proyek pembangunan PLTU atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batu bara. Kebijakan itu diberlakukan di dalam negeri dan di negara-negara mitra ekonomi Jepang, termasuk Indonesia.
Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Apollonius Andwie C mengakui jika saat ini pembiayaan untuk proyek berbasis batu bara di dunia dibatasi. Sentimennya adalah dampak lingkungan. Meski begitu, China masih menjadi negara yang mau memberikan pembiayaan, salah satunya ke PTBA.
"Benar juga untuk beberapa perbankan tidak mau biayai proyek berbasis batu bara. Sehingga akhirnya banyak PLTU bekerja sama dengan China karena China masih beberapa tahun lalu berikan pembiayaan. Tapi terakhir, China mulai batasi juga pembiayaan pengembangan batu bara," kata dia dalam diskusi virtual PTBA, Selasa (14/7).
ADVERTISEMENT
Apollo menegaskan, ke depannya perusahaan akan tetap menjadi penyedia energi berbasis batu bara. Produksi tetap berjalan tapi dengan lebih ramah lingkungan.
Salah satu yang tengah dijajaki adalah bisnis gasifikasi gas dari bahan baku batu bara untuk produk Dimethyl Ether (DME) dan methanol bekerja sama dengan Pertamina dan Air Product dari Amerika Serikat. Dengan gasifikasi ini, impor LPG diharapkan bisa ditekan.
"PTBA ke depan tetap akan jadi produsen energi berbasis batu bara yang ramah lingkungan dengan terapkan strategi hilirisasi. Jadi di sekitar wilayah tambang kita akan bangun pabrik atau fasilitas untuk optimalkan sumber cadangan batu baru yang ada seperti DME dan methanol. Itulah kenapa kami keluarkan slogan Beyond Coal," ujarnya.
Saat ini, salah satu proyek PTBA yang bekerja sama dengan China ada di PLTU Sumsel 8 kapasitas 2x260 Megawatt (MW). PTBA membentuk konsorsium bersama China Huadian Corporation.
ADVERTISEMENT
Kata Apollo, saat ini proyek tersebut terkena dampak virus corona karena tak bisa mendatangkan tenaga kerja dari China sebagai teknisi. Pekerjaanya sudah mencapai 40 persen.
"Memang tentu PLTU Sumsel 8 terdampak COVID-19 ya, karena memang proyek itu kan kita kerja sama dan dikerjakan China, dari China. Dan sempat dengan adanya kasus COVID-19 dan pembatasan penerbangan dari China mempengaruhi kedatangan para pekerja atau teknisi dari sana," jelasnya.
Meski begitu, PTBA optimistis proyek ini bisa selesai pada kuartal I 2022 mendatang. PLTU Sumsel 8 merupakan bagian dari program 35.000 MW. Biaya investasi proyek ini sekitar USD 1,6 miliar atau Rp 22,4 triliun (kurs dolar Rp 14.000).
Sebenarnya PLTU Sumsel 8 dijadwalkan rampung pada 2019. Namun, proyek molor karena belum siapnya jaringan transmisi 500 kV di Sumatera. Tanpa jaringan 500 kV itu, listrik dari PLTU Sumsel-8 tidak dapat didistribusikan. PLN baru dapat menyelesaikan pembangunan transmisi 500 kV pada sekitar 2021 atau 2022.
ADVERTISEMENT