PT SMI Dukung Hadirnya Fasilitas Publik di Daerah Lewat Transformasi Pembiayaan

15 Januari 2025 16:35 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
RSUD Provinsi Sulawesi Utara, salah satu fasilitas publik yang dibangun dengan dukungan pinjaman daerah PT SMI. Foto: dok PT SMI.
zoom-in-whitePerbesar
RSUD Provinsi Sulawesi Utara, salah satu fasilitas publik yang dibangun dengan dukungan pinjaman daerah PT SMI. Foto: dok PT SMI.
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI menjalankan transformasi pembiayaan kolaboratif untuk mendukung pembangunan fasilitas publik di daerah. Sebagai BUMN yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur, PT SMI kini berfokus pada mitigasi risiko kebijakan, keuangan dan operasional dalam setiap proses pelaksanaannya.
Hal ini karena mayoritas sumber pendapatan daerah berasal dari transfer dari Pemerintah Pusat. Perubahan kebijakan alokasi dana bisa berdampak pada kemampuan Pemerintah daerah (Pemda) dalam membayar kewajiban pinjaman.
Di sisi lain, Pemda mengalami defisit anggaran infrastruktur akibat realokasi anggaran pandemi Covid-19. Sebagai solusi, pemerintah menyediakan fasilitas pinjaman yang disinergikan dengan pinjaman daerah dari PT SMI, yang menjadi awal transformasi pembiayaan daerah.
Karenanya, fitur pembiayaan PT SMI kepada Pemda disesuaikan dengan kondisi dari indikator ekonomi, seperti kapasitas fiskal, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) daerah, makro ekonomi dan kondisi geografis-demografis.
Sementara, rencana pembiayaan daerah kini tidak hanya berfokus pada aspek fiskal dan kemandirian keuangan, tetapi juga mempertimbangkan karakteristik masing-masing daerah. Hasil analisis potensi ekonomi dan sektor prioritas ini kemudian akan disusun dalam kajian diagnostik wilayah untuk keputusan pembiayaan.

Sinergi Pendanaan Jadi Solusi Penyediaan Fasilitas Publik

Sedangkan penilaian aspek keuangan, khususnya terkait besaran suku bunga dan tenor pinjaman, disesuaikan dengan kapasitas fiskal, sehingga daerah yang memiliki kapasitas keuangan yang lebih baik, akan dikenakan suku bunga yang lebih tinggi dibanding daerah yang kapasitas keuangannya rendah.
Dengan skema klasterisasi sesuai dengan kemampuan keuangannya, diharapkan Pemda memiliki ruang kapasitas ruang fiskal yang memadai untuk mengakses alternatif sumber pembiayaan melalui pinjaman daerah. PT SMI juga telah menetapkan standar baru pendanaan infrastruktur untuk sektor publik.
Pembiayaan kolaboratif dan inovasi pembiayaan dengan melibatkan lebih banyak pihak, tidak hanya pemerintah melalui pendanaan transfer ke daerah, namun memberikan ruang kolaborasi pendanaan yang sesuai dengan appetite sejumlah pihak.
Pendanaan kolaboratif didesain untuk mendukung proyek infrastruktur, khususnya yang memiliki manfaat sosial atau lingkungan. Serta mengoptimalkan sumber daya pendanaan maksimal sambil menghindari risiko keuangan yang terkait dengan proyek infrastruktur besar-besaran.
Salah satu contohnya adalah melalui kombinasi anggaran negara, dana pihak swasta/filantropi maupun inisiatif pendanaan yang bersumber dari pinjaman daerah.

Skema KPBU Dapat Menjembatani Gap Kolaborasi Pembiayaan

PT SMI melalui skema KPBU, juga turut mendukung pembangunan SPAM Semarang Barat, yang menyediakan air bersih untuk 350 ribu jiwa di Kecamatan Semarang Barat. Foto: dok PT SMI
Pendanaan kolaboratif kerap menimbulkan permasalahan dikarenakan ada perbedaan kepentingan dan tujuan dalam membiayai suatu proyek infrastruktur. Sebagai contoh, pembiayaan infrastruktur yang bersumber dari anggaran negara (belanja modal yang bersumber dari transfer ke daerah APBN), tidak memperhitungkan adanya return atau imbal hasil keuangan.
Permasalahan lainnya yaitu standar kelayakan proyek yang akan didanai. Sudah dapat dipastikan bahwa kelayakan proyek yang didanai dari pihak swasta, akan sangat memperhitungkan pendapatan (revenue) dari proyek ataupun sumber lainnya terkait aktivitas proyek yang memenuhi imbal hasil yang diharapkan.
Adanya gap dalam upaya menciptakan pendanaan kolaboratif antara dana negara, swasta (dan filantropi) diakomodir melalui skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau, Public Private Partnership (PPP).
Namun, dari proyek-proyek KPBU yang telah dilaksanakan saat ini seperti KPBU sektor air yaitu Sistem Penyediaan Air Minum atau SPAM, sektor persampahan, maupun sektor kesehatan, masalah yang mengemuka dalam proses transaksi disebabkan masih adanya gap dalam memitigasi risiko keuangan, risiko kebijakan dan risiko operasional.

Kolaborasi Pendanaan Ciptakan Iklim Pembiayaan yang Berkeadilan

Selain memitigasi adanya gap kelayakan dan risiko, konsep pendanaan kolaboratif, juga dapat menciptakan iklim pembiayaan yang berkeadilan. Konsep ini adalah skema pembiayaan yang didesain dengan memperhatikan aspek kapasitas dan distribusi manfaat dilakukannya pembiayaan infrastruktur publik.
Nantinya Pemda dikelompokkan berdasarkan kemampuan keuangan atau fiskal daerah, yang dihitung dari tingkat kemandirian keuangan dan potensi sumber pendapatan daerah.
Semakin tinggi dana transfer Pemerintah Pusat yang diterima daerah dibanding dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), makin rendah tingkat kemandirian Pemda tersebut (dependensi keuangan terhadap Pemerintah Pusat).
Demikian pula aspek distribusi manfaat dari pembiayaan. Pembiayaan infrastruktur kepada Pemda yang memiliki kemampuan keuangan rendah, diberikan dengan skema pembiayaan konvensional dan dikolaborasikan dengan alokasi transfer yang diterima oleh Pemda.
Skema pembiayaan kolaboratif antara dana transfer dan pembiayaan konsesional akan memberikan ruang fiskal daerah yang lebih luas untuk menyelesaikan tugas wajib daerah lainnya.
Sebagai contoh, satu Pemda dengan kebutuhan pembiayaan sebesar Rp 100 miliar untuk menyelesaikan 10 kilometer pekerjaan jalan, hanya mendapatkan alokasi transfer dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 20 miliar. Dengan keterbatasan alokasi transfer, dampak dan manfaat ekonomi yang diharapkan tidak tercapai.
Inisiatif Pemda untuk melakukan pembiayaan kolaboratif melalui pinjaman daerah konsesional sebesar Rp 80 miliar, dapat menjadi solusi dalam menyelesaikan pekerjaan jalan dan memberikan dampak optimal.
Pembiayaan konsesional memiliki fleksibilitas yang dapat disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan umur aset yang dibiayai.
Suku bunga rendah dan tenor pinjaman yang cukup panjang yang biasanya di atas 5 tahun serta dukungan penyiapan proyek, menjadi indikasi kelebihan utama pembiayaan konsesional.

Dorong Penguatan Pembiayaan Sektor Publik

Penguatan pembiayaan sektor publik dapat meningkatkan kelengkapan fasilitas di daerah, yang berujung pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Foto: dok PT SMI
Alternatif pembiayaan kolaboratif pada sektor publik, menjadi salah satu inti dari kegiatan transformasi yang dijalankan oleh PT SMI. Selama lima tahun terakhir, PT SMI telah menunjukkan peningkatan keberhasilan dalam pembiayaan infrastruktur daerah melalui pinjaman daerah.
Kegiatan yang dilakukan PT SMI telah berkontribusi dalam penyediaan pembiayaan alternatif untuk meningkatkan kualitas infrastruktur daerah. Hal ini dapat ditelusuri dari berbagai sektor dan proyek yang dibiayai oleh PT SMI hingga mencapai komitmen Rp 45,5 triliun sejak 2015.
Keberhasilan PT SMI menyalurkan pembiayaan kepada lebih dari 115 Pemda dengan total 163 fasilitas pembiayaan, telah memberikan ketersediaan ruang fiskal bagi daerah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur layanan umum.
Dengan tantangan pertumbuhan ekonomi nasional hingga di atas 5 persen, perlu ditunjang dengan pemerataan ketersediaan infrastruktur yang baik di daerah. Untuk itu, keterbatasan alokasi transfer ke daerah pada APBN, memerlukan strategi baru dalam penyediaan alternatif pembiayaan melalui pembiayaan kolaboratif.
Inisiatif pembiayaan kolaboratif yang diusung PT SMI juga menjadi salah satu ikhtiar untuk mencapai ketersediaan layanan infrastruktur publik di daerah.
Artikel ini dibuat oleh kumparan Studio