PT Timah Cari Mitra Kelola Harta Karun Incaran Dunia 23 Ribu Ton, Apa Itu?

25 Mei 2022 17:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PT Timah (Persero) Tbk (TINS). Foto: PT Timah
zoom-in-whitePerbesar
PT Timah (Persero) Tbk (TINS). Foto: PT Timah
ADVERTISEMENT
PT Timah Tbk (TINS) mengungkapkan rencana pengolahan logam tanah jarang atau rare earth element. Saat ini, perseroan sedang mencari mitra berupa joint venture untuk pengolahan salah satu harta karun yang banyak diincar dunia ini.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Timah, Achmad Ardianto, mengatakan saat ini produksi terbesar logam tanah jarang dikuasai oleh China sebanyak 90 persen dengan pengolahan 4.000 ton per tahun.
"PT Timah mau mengelola lebih rendah dari 4.000 ton. Saat ini sedang mencari joint venture, mencari partner strategis," ujar Achmad kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/5).
Achmad menjelaskan progres terbaru dari pengolahan logam tanah jarang oleh PT Timah yaitu memasuki feasibility study (FS) dalam waktu dekat. Dia menargetkan kegiatan ini bisa direalisasikan tahun depan.
"Kita akan masih tahapan FS, scalling di bawah 4.000 ton pertahun baru kita laksanakan dengan joint venture. Mudah-mudahan hadir FS-nya tahun depan lah, mau dimiliki PT Timah," tutur dia.
Lanjut Achmad, soal besaran investasi belum bisa dia ungkapkan secara lebih spesifik, namun besarannya tidak besar. "Logam tanah jarang itu ditambang craking, dipisahkan dan di-purify, yang memberi added value tinggi itu di-purifikasi, di refinery-nya. Ini yang belum kita hitung," kata Achmad.
ADVERTISEMENT
Dia pun melanjutkan, total potensi pengolahan logam tanah jarang yang sudah dimiliki PT Timah yaitu sebesar 23.000 ton. Potensi tersebut hanya akan menjadi stok PT Timah dan belum akan dijual karena ini menyangkut Proyek Strategis Nasional (PSN).
Sementara itu, Achmad juga mengatakan beberapa negara potensial yang bisa menjalin kerja sama dengan PT Timah, bisa saja berasal dari negara yang sudah memproduksi logam tanah jarang, baik itu China, negara-negara Skandinavia, dan Australia.
Direktur Utama PT Timah Tbk (TINS), Achmad Ardianto. Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, logam tanah jarang bisa menjadi bahan baku untuk teknologi industri kesehatan hingga alat pertahanan. Sayangnya, di Indonesia belum ada aturan mengenai jenis mineral ini.
"Namun pemerintah sudah bentuk tim pengembangan industri berbasis logam tanah jarang dan penyusunan Inpres (Instruksi Presiden) percepatan hilirisasi logam tanah jarang," kata Ridwan dalam Webinar Minerba Series bertajuk Mineral for Energy, Jumat (10/9/2021).
ADVERTISEMENT
Ridwan mengatakan, saat ini logam tanah jarang menjadi pembicaraan hangat di dunia karena pemanfaatannya beragam. China menjadi negara yang paling banyak memiliki logam tanah jarang, yakni mencapai 84 persen dari produksi dunia.
Sumber logam tanah jarang yang dimiliki China berasal dari negaranya langsung dan juga ekspansi ke negara-negara lain. Selain China, Australia menjadi produsen logam tanah jarang kedua sebesar 11 persen dari produksi dunia.
Lalu ada Rusia 2 persen, India dan Brasil masing-masing 1 persen. Sisanya adalah negara-negara lain yang sumber logam tanah jarangnya sedikit, termasuk Indonesia. Menurut penelitian, ada 28 lokasi logam tanah jarang di Indonesia yang berpotensi untuk dieksplorasi.