Puan Pastikan RAPBN 2025 Akomodasi Program Prabowo-Gibran

11 Juli 2024 15:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPR RI Puan Maharani usai rapat paripurna, Selasa (4/6/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPR RI Puan Maharani usai rapat paripurna, Selasa (4/6/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua DPR Puan Maharani memastikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 mengakomodasi program presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
ADVERTISEMENT
“DPR RI menekankan pentingnya RAPBN tahun 2025 untuk memberikan ruang seluas-luasnya bagi pemerintahan ke depan untuk dapat menjalankan visi dan misi presiden terpilih,” kata Puan dalam rapat paripurna DPR, Kamis (11/7).
Puan menjelaskan, desain kebijakan fiskal RAPBN tahun 2025 diarahkan untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Menurutnya, hal itu merupakan landasan transformasi dalam rangka mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Namun, untuk merealisasikan visi tersebut ada sejumlah tantangan, salah satunya terkait pertumbuhan ekonomi.
“Untuk mewujudkan visi tersebut dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta pemerataan antardaerah yang semakin baik,” ujar Puan.
Pembahasan mengenai pokok-pokok kebijakan RAPBN 2025, telah dilakukan sebelumnya. Hasilnya, menurut Puan, bakal dijadikan acuan strategis dalam penyusunan rangkaian APBN 2025.
ADVERTISEMENT
Puan juga menjanjikan, DPR akan terus mencermati nota keuangan dan APBN tahun 2025 selaras dengan amanat konstitusi, yakni bertujuan semata untuk kebaikan masyarakat.

DPR Setujui Defisit APBN Bengkak Rp 609,7 T atau 2,7 Persen dari PDB di 2025

Menteri Keuangan, Sri Mulyani di DPR RI, Jumat (19/5). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyetujui sejumlah asumsi fiskal semester II 2024. Salah satunya tentang pembengkakan defisit APBN 2024 sebesar Rp 609,7 triliun atau 2,7 persen dari PDB.
Asumsi defisit tersebut lebih tinggi dari target pemerintah dalam UU APBN 2024 sebesar 2,29 persen dari PDB atau secara nominal Rp 522,8 triliun.
"Apakah laporan realisasi dan prognosis APBN 2024 dapat disetujui dan menjadi kesimpulan Raker Banggar dengan pemerintah dan BI?" kata Wakil Ketua Banggar Cucun Ahmad Syamsurijal sembari mengetok palu, Selasa (9/7).
ADVERTISEMENT
Sebelum Cucun mengesahkan asumsi fiskal semester II 2024, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menjelaskan, pelaksanaan APBN 2024 sangat dipengaruhi dengan ketidakpastian ekonomi global hingga suku bunga acuan tinggi di sejumlah negara maju.
Secara rinci, pendapatan negara masih sesuai dengan target awal sebesar Rp 2.802,5 triliun. Namun belanja negara membengkak 2,6 persen dari target Rp 3.325,1 triliun menjadi Rp 3.412,2 triliun.
Bendahara negara itu mengungkapkan naiknya belanja negara disebabkan adanya beberapa belanja tambahan di semester II 2024. Misalnya, tambahan belanja bantuan sosial atau bansos beras, daging ayam dan telur yang diperpanjang selama tiga bulan ke depan, yakni Agustus, Oktober, dan Desember senilai Rp 11 triliun.
Ada juga tambahan anggaran subsidi pupuk senilai Rp 24 triliun hingga akhir tahun. Kemudian tambahan untuk perpanjangan fasilitas pajak penjualan ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk penjualan rumah tapak dan satuan rumah susun sebesar Rp 500 miliar.
ADVERTISEMENT
“Ada tambahan hibah yang akan digunakan untuk pelaksanaan Pilkada 2024. Hibah itu berasal dari pemberian Pemerintah Daerah atau Pemda kepada KPU sebesar Rp 32,3 triliun,” ungkapnya.
Sri Mulyani mengatakan kenaikan belanja negara menyebabkan bengkaknya defisit 2024. Dia menyebut pemerintah akan menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp 100 triliun untuk menutup bengkaknya defisit.
Menurutnya, penambahan penggunaan SAL tersebut merupakan langkah strategis pemerintah menjaga penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tetap rendah. Meski defisit melebar ke level 2,7 persen dari PDB.
"Meskipun defisitnya naik, penerbitan SBN-nya tidak naik, malah justru lebih rendah Rp 214,6 triliun," kata Menkeu.