Puluhan Tahun Dikuasai Singapura, Ruang Udara Natuna Akhirnya Diambil Alih RI

25 Januari 2022 15:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
clock
Diperbarui 24 Maret 2024 17:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertemuan Presiden RI Joko Widodo dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Veranda The Bar, The Sanchaya Resort Bintan, Prov Kepri, Selasa (25/01/2022). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan Presiden RI Joko Widodo dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Veranda The Bar, The Sanchaya Resort Bintan, Prov Kepri, Selasa (25/01/2022). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Menteri Perhubungan Republik Indonesia dan Menteri Transportasi Singapura di hadapan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong menandatangani persetujuan penyesuaian batas FIR (Flight Information Region) Jakarta – Singapura. Penandatanganan persetujuan ini menandakan telah selesainya negosiasi bilateral Indonesia – Singapura untuk penyesuaian batas Wilayah Informasi Penerbangan (realignment Flight Information Region – FIR) sesuai hukum internasional.
ADVERTISEMENT
Negosiasi realignment FIR sendiri telah dilakukan Indonesia dan Singapura sejak 1990-an, namun baru bisa menuju penyelesaian komprehensif sejak beberapa tahun terakhir.
Dengan penandatanganan kesepakatan ini, kedua negara masih harus secara bersama menyampaikan kesepakatan batas FIR ini kepada Organisasi Penerbangan Sipil internasional/ICAO untuk disahkan.
“Persetujuan penyesuaian batas FIR Jakarta dan Singapura telah turut menegaskan kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia. Sebagai negara pihak UNCLOS 1982, Singapura juga mengakui penerapan prinsip negara kepulauan dalam penentuan batas wilayah negara dan yurisdiksi Indonesia di perairan serta ruang udara di kepulauan Riau dan Bintan,” tutur Menhub Budi Karya Sumadi dalam keterangan resmi, Selasa (25/1).
Ada lima elemen penting dari kesepakatan tersebut. Pertama, Penyesuaian batas FIR Jakarta yang melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia sehingga perairan sekitar Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya masuk dalam FIR Singapura menjadi bagian dari FIR Jakarta.
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022). Foto: Agus Suparto/Istana Presiden/HO ANTARA FOTO
Kedua, Indonesia berhak dan bertanggung jawab atas Penyediaan Jasa Penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indonesia yang selaras dengan batas-batas laut teritorial. Terkait hal ini, Menhub Budi Karya menjelaskan bahwa Indonesia akan bekerja sama dengan Singapura memberikan PJP di sebagian area FIR Indonesia yang berbatasan dengan FIR Singapura.
ADVERTISEMENT
Indonesia akan memberikan delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di ketinggian 0-37.000 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura. Di area tertentu tersebut, ketinggian 37.000 kaki ke atas tetap dikontrol Indonesia. Hal ini agar pengawas lalu lintas udara kedua negara, dapat mencegah fragmentasi dan mengkoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju Singapura pada ketinggian tertentu tersebut.
Pendelegasian PJP secara terbatas pada area tertentu FIR Jakarta kepada Singapura tentu tidak mengecualikan kewenangan Indonesia untuk melaksanakan aktivitas sipil dan militer sesuai kedaulatan dan hak berdaulat di ruang udara Indonesia. Otoritas penerbangan Indonesia tetap mengoordinasikan penerbangan di seluruh area FIR Jakarta.
Ketiga, selain menyepakati pengelolaan ruang udara untuk penerbangan sipil, Singapura juga menyepakati pembentukan kerangka kerja sama Sipil dan Militer guna Manajemen Lalu Lintas Penerbangan (Civil Military Coordination in ATC – CMAC). Tujuannya, untuk memastikan terbukanya jalur komunikasi aktif yang menjamin tidak terjadinya pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia. Untuk itu, Pemerintah Indonesia akan menempatkan beberapa orang personil sipil dan militer di Singapore Air Traffic Control Centre (SATCC). Hal ini telah tertuang di dalam perjanjian FIR yang telah ditandatangani.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sebagai bagian dari delegasi PJP terbatas ini, Otoritas Penerbangan Udara Singapura juga berkewajiban mencegah dan menginformasikan kemungkinan pelanggaran wilayah udara oleh pesawat asing kepada otoritas pertahanan udara Indonesia.
Keempat, Singapura juga berkewajiban menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan penerbangan yang diberikan kepada pesawat yang terbang dari dan menuju Singapura kepada Indonesia. Pendelegasian PJP ini juga akan diawasi dan dievaluasi secara ketat oleh Kementerian Perhubungan. Evaluasi terhadap delegasi PJP akan dilakukan terhadap Singapura secara berkala maupun secara melekat dengan penempatan personil Indonesia pada menara pengawas penerbangan udara Singapura.
Kelima, Indonesia juga berhak untuk melakukan evaluasi operasional atas pemberian pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan oleh Singapura guna memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ICAO.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, penyesuaian batas FIR Jakarta dan Singapura mutlak dilakukan berdasarkan hukum internasional, terutama Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (re: UNCLOS 1982). Peraturan perundangan nasional seperti terdapat dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 2009 juga menghendaki agar wilayah informasi penerbangan di atas wilayah Indonesia selaras dengan ruang udara sesuai prinsip negara kepulauan.
Presiden Joko Widodo (kanan) menerima kunjungan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022). Foto: Agus Suparto/Istana Presiden/HO ANTARA FOTO
Sebagaimana diketahui, seiring berlakunya rezim negara kepulauan dalam hukum internasional, batas wilayah informasi penerbangan di atas perairan di sekitar kepulauan Riau dan Natuna yang semula berada dalam tanggung jawab Singapura harus disesuaikan dengan batas kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.
Pada tahun 1973, ICAO menetapkan batas FIR Singapura melingkupi sebagian ruang udara di atas perairan di sekitar kepulauan Riau dan Natuna. Hal ini dimungkinkan karena ruang udara di atas perairan di sekitar kepulauan Riau dan Natuna, sesuai hukum internasional, masih merupakan laut bebas (high seas) dan ruang udara Internasional.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui bahwa, sebelum pemberlakuan (entry into force) UNCLOS 1982 di tahun 1994, perairan dan ruang udara yang melampaui 3 Mil dari pulau-pulau Indonesia di sekitar kepulauan Riau dan Natuna belum merupakan laut teritorial (wilayah) atau bagian dari perairan kepulauan Indonesia di mana terdapat kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.