Pungutan Ekspor Sawit Dihapus Sampai Akhir 2022, GIMNI: Keputusan yang Bijak

5 Oktober 2022 13:10 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebutkan rencana pemerintah akan memperpanjang penghapusan pungutan ekspor (PE) kelapa sawit dan produk turunannya hingga akhir tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Adapun penghapusan tarif pungutan ekspor kelapa sawit ini awalnya diterapkan sejak Juli 2022 sampai 31 Agustus 2022, namun baru saja diperpanjang hingga 30 Oktober 2022.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, menyebutkan pemerintah bijak jika perpanjangan tersebut jadi diterapkan.
"Kalau tarif pungutan ditiadakan sampai dengan akhir tahun, maka itu adalah keputusan yang bijak dari pemerintah, dan kita bisa melihat seluruh aspek dinamika bisnis sawit baik lokal dan juga global," katanya saat dihubungi kumparan, Rabu (5/10).
Sahat memaparkan, harga minyak mentah dunia masih berada di atas USD 89,5 per barel, sehingga kebutuhan subsidi untuk biodiesel atau B30 minim. Di sisi lain, menurut dia, BPDPKS belum memerlukan fresh money.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan faktor lain yakni pasar global sangat butuh vegetable oil, termasuk sawit, karena pengetatan pasokan akibat musim panas berkepanjangan di Uni Eropa dan China, maka produksi rapeseed oil dan soybean oil mengalami kemunduran pasokan.
Sama halnya juga dengan Malaysia, lanjut Sahat, terdapat kondisi short supply atau keterbatasan pasokan minyak sawit akibat kekurangan tenaga kerja. Sementara itu, Juli sampai Desember adalah peak season di Indonesia, Tandan Buah Segar (TBS) sedang melimpah.
"Dari ketiga kondisi lapangan itu, dan dengan situasi pasar global yang short supply, dengan relaksasi tarif pungutan nol maka Indonesia bisa mengekspor di level 3,4 - 4 juta ton per bulan," jelas Sahat.
Dengan demikian, dia berkata peningkatan ekspor sawit Indonesia karena penghapusan pungutan ekspor bisa membantu kekurangan pasokan di pasar global, sekaligus mampu meraup devisa untuk memperkuat cadangan devisa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sahat menambahkan, karena melimpah ruahnya TBS maupun produk minyak goreng di Indonesia, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sawit juga seharusnya bisa dihapuskan.
"Itulah namannya kebijakan yang bijak oleh Kabinet Pak Jokowi ini, dan oleh karena stok minyak goreng rakyat juga sudah membanjiri di mana-mana di pelosok Indonesia, regulasi DMO itu dihapus saja sementara ini," pungkasnya.