PUPR Bikin Peta Jalan Emisi Karbon Gedung: Kantor Pemerintah Paling Boros

26 September 2024 17:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian PUPR menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di subsektor bangunan gedung mencapai 36 juta ton CO2 hingga 2030.
ADVERTISEMENT
Direktur Pengembangan Teknis untuk Permukiman dan Perumahan Kementerian PUPR, Dian Irawati, menjelaskan pihaknya sudah menyusun peta jalan penyelenggaraan bangunan gedung hijau yang menjadi acuan implementasi bagi seluruh pemangku kepentingan.
"Peta jalan tersebut diproyeksikan bahwa subsektor bangunan gedung dapat berkontribusi hadap penurunan emisi GRK hingga tahun 2030 sebesar lebih dari 36 juta ton CO2 ekuivalen," ungkap Dian saat konferensi pers Transisi Bangunan Rendah Karbon di Indonesia, Kamis (26/9).
Dian menjelaskan, penurunan emisi GRK bisa dilakukan melalui efisiensi energi dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di bangunan gedung pemerintah, bangunan gedung komersial, dan rumah tinggal.
Sementara itu, Direktorat PUPR Bagian Data dan Pengembangan Sistem, Fajar Santoso Hutahaean, mengungkapkan bangunan pemerintah menjadi gedung paling boros di antara bangunan lainnya, sehingga menjadi prioritas Kementerian PUPR.
ADVERTISEMENT
"Kami percaya lebih boros dari kantor lain, karena kalau kantor pemerintah yang bayar operasional listrik adalah APBN, beda dengan perusahaan yang akan memperhitungkan berapa biaya operasional sehingga profitnya harus diperbesar, diharus mengecilkan operasional," jelasnya.
Dengan perilaku tersebut, kata Fajar, maka gedung pemerintah menjadi sangat boros. Hal ini dibuktikan dengan data PT PLN (Persero) selama pandemi COVID-19 tahun 2019-2020, penggunaan listrik untuk komersil, bisnis, dan lainnya turun 6-8 persen, sementara kantor pemerintah hanya turun 2 persen.
"Itu indikasi bahwa gedung kantor pemerintah lebih boros, dan itu menjadi prioritas kami di dalam roadmap, alasannya ya ada beberapa hal-hal yang kami buat untuk merasionalisasi kenapa kantor pemerintah," tutur Fajar.
Di sisi lain, Fajar menuturkan peta jalan penurunan emisi karbon subsektor gedung juga ditetapkan bersama Kementerian ESDM. Untuk gedung pemerintah targetnya 1,91 juta ton CO2 hingga tahun 2030.
ADVERTISEMENT
"Kementerian ESDM ini sebagai pembinanya sektor energi dan kami di bawahnya punya target untuk bangunan gedung sebesar 1,91 juta ton. Nah di peta jalan ini secara nasional kami mengikuti itu, tapi kami hitung ternyata potensinya lebih dari 1,91 juta," jelas Fajar.
Fajar melanjutkan, target tersebut ditentukan lebih spesifik untuk jenis bangunannya, daerah, dan penghematan energi terhadap luasan bangunan. Misalnya, 100 kilowatt per hour (kwh) per meter persegi, bisa diturunkan menjadi 75 kwh per meter persegi.
Untuk itu, kata dia, Kementerian PUPR menargetkan minimal 25 persen per tahun dari total luasan gedung pemerintah bisa menjadi gedung hijau demi mencapai penurunan emisi karbon 1,91 juta ton di tahun 2030.
"Jadi kami percaya kalau 12 juta meter persegi kantor pemerintah itu sudah hijau, kemudian 25 persen hemat energi, tercapailah itu target 1,91 juta ton tadi di tahun 2030," tutur Fajar.
ADVERTISEMENT