Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Putusan DPR Hambat Permintaan Keterangan Rini soal ‘Bagi-bagi Fee'
29 April 2018 8:32 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB

ADVERTISEMENT
Rekaman percakapan antara Menteri Budan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno dengan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir, beredar luas. Pembuat dan penyebar video percakapan itu, ingin mengesankan pembicaraan di antara kedua petinggi BUMN tersebut sebagai ‘bagi-bagi fee’.
ADVERTISEMENT
Untuk mengklarifikasi hal tersebut, Komisi VI DPR yang merupakan mitra kerja Kementerian BUMN pun berniat memanggil Rini. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir berpendapat, apabila rekaman itu terbukti membicarakan bagi-bagi fee, Rini bisa dianggap melanggar UU nomor 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari KKN.
Atas pertimbangan itu, menurut Inas, Komisi VI harus meminta keterangan Rini Soemarno. “Harus dong (Menteri BUMN dipanggil Komisi VI). Rini Soemarno diduga melanggar UU nomor 28/1999,” katanya, Sabtu (28/4).
Masalahnya, dari catatan kumparan (kumparan.com), DPR sendiri yang sejak Desember 2015 menolak kehadiran Rini dalam rapat-rapat resmi di parlemen. Hal itu bermula dari laporan hasil kerja Pansus Pelindo II, yang salah satunya merekomendasikan kepada Presiden untuk memberhentikan Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN.

Laporan tersebut disepakati dalam Rapat Paripurna DPR pada 17 Desember 2015. Sejak itu, DPR melalui Rapat Paripurna memutuskan menolak kehadiran Rini. Sehingga untuk membahas urusan BUMN, kehadiran Rini di DPR diwakilkan oleh menteri Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
ADVERTISEMENT
Kementerian BUMN sendiri, melalui Sekretaris Kementerian yakni Imam Apriyanto Putro menegaskan, percakapan itu bukan membahas ‘bagi-bagi fee’ seperti yang ingin dikesankan pembuat video. "Percakapan utuh yang sebenarnya, ialah membahas upaya Sofyan dalam memastikan bahwa sebagai syarat untuk PLN ikut serta dalam proyek tersebut adalah PLN harus mendapatkan porsi saham yang signifikan," kata Imam melalui pernyataan tertulis yang diterima kumparan (kumparan.com), Sabtu (28/4).
Dengan begitu, PLN memiliki kontrol dalam menilai kelayakannya, baik kelayakan terhadap PLN sebagai calon pengguna utama, maupun sebagai pemilik proyek itu sendiri. Namun proyek yang dimaksud, yakni LNG Receiving Terminal, telah diputuskan pemerintah untuk dibatalkan pelaksanaannya.