Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Rachmat Gobel Minta Pemerintah Bentuk Satgas Kasus PHK dan Deindustrialisasi
5 Maret 2025 22:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel , meminta pemerintah membentuk satuan gugus tugas atau satgas (task force) untuk menelisik dan mencari solusi komprehensif terhadap permasalahan tutupnya sejumlah pabrik tekstil dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK ) para karyawan di banyak industri.
ADVERTISEMENT
“Perlu analisa menyeluruh dan solusi menyeluruh. Ini bukan semata masalah trend global tapi ada banyak faktor penyebab lainnya. Hentikan menyalahkan tingginya pohon. Ada banyak cara untuk bisa memetik buah,” kata Gobel melalui keterangan tertulis, Rabu (5/3).
Gobel menyampaikan hal itu menanggapi badai tutupnya banyak pabrik tekstil di Bandung dan disusul tutupnya raksasa tekstil Sritex di Sukoharjo. Selain itu, juga terjadi banjir PHK di sejumlah perusahaan seperti Sanken dan Yamaha Music.
Gobel menilai fenomena ini merupakan rangkaian dari proses deindustrialisasi di Indonesia dalam satu dekade ini. “Ini perlu penyelidikan menyeluruh. Pasti ada yang salah pada kita, karena negara seperti Vietnam justru tumbuh dengan mengesankan,” ujar Gobel.
Di era globalisasi ini, kata Gobel, investor sangat mudah memindahkan dananya ke negara yang lebih kondusif untuk berbisnis. Ia mengatakan investor tersebut tak mesti investor asing, tapi juga investor dalam negeri.
ADVERTISEMENT
“Jika kepastian hukum, kebijakan fiskal, kemudahan perizinan, dan masalah perburuhan tidak mendukung maka lebih baik memindahkan pabriknya ke negara lain, lalu barangnya dijual ke Indonesia. Apalagi penyelundupan di Indonesia demikian mudah dan marak," ungkap Gobel.
"Negara-negara lain pun memberikan kemudahan pajak untuk bisa mengekspor barang industrinya. Nah, karena Indonesia negara berpenduduk besar dan mudah ditembus maka Indonesia menjadi target pasar yang empuk,” tambahnya.
Untuk itu, Gobel meminta agar task force tersebut beranggotakan dari lintas kementerian dan lembaga. “Tak boleh lagi ada ego sektoral. Semua yang terkait harus dilibatkan,” tegas Gobel.
Gobel mengungkapkan sebagai industrialis, Kementerian Perindustrian sering menjadi pihak yang dikalahkan baik oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, maupun Kementerian Investasi.
ADVERTISEMENT
“Tak heran jika kemudian terjadi deindustrialisasi. Membangun industri memang lebih rumit dan hasilnya butuh proses. Tapi ujungnya justru industri lebih menguntungkan dan menguatkan bangsa dan negara,” terang Gobel.
Gobel menuturkan pertarungan antara sisi industri dan perdagangan ini sudah terjadi sejak Indonesia baru merdeka. Menurutnya, industrialisasi memiliki efek berantai daripada sekadar menjadi importir dan berdagang belaka.
“Dalam industrialisasi itu ada penyerapan tenaga kerja yang besar, ada proses alih teknologi, ada peningkatan kualitas sumberdaya manusia, memiliki efek berantai lahirnya industri pendukung, lahirnya kemampuan menciptakan sesuatu, menumbuhkan UMKM, dan secara fisik barangnya ada di Indonesia,” ujar Gobel.
Gobel juga mengingatkan bahwa Indonesia telah memiliki Omnibus Law, yaitu UU Cipta Kerja, yang memberikan kemudahan untuk investasi dan mendorong naiknya ekspor. “Tapi yang terjadi justru badai PHK dan tutupnya pabrik serta deindustrialisasi. Ini berarti ada ketidakmampuan pemerintah dalam mengimplementasikan undang-undang tersebut,” kata Gobel.
ADVERTISEMENT
Khusus untuk kasus Sritex, Gobel mendorong pemerintah perlu melakukan penyelidikan khusus. Apalagi, kata Gobel, utang Sritex jauh melebihi asetnya.
"Pemerintah jangan cuma berpatokan pada putusan pengadilan niaga, tapi harus mendapat pemahaman yang menyeluruh dengan melakukan investigasi khusus. Jika berlalu begitu saja, ke depan bisa terjadi pada pabrik-pabrik lain. Mencarikan lapangan kerja untuk 10 ribu orang lebih apalagi di kota kecil itu tentu tidak gampang. Ini bukan soal sederhana. Ini menyangkut ribuan nasib warga kita,” tutur Gobel.
Gobel menegaskan tidak ada negara maju yang tak kuat industrinya. Ia mengatakan hanya dengan menjadi negara industri, maka negara tersebut bisa disebut sebagai negara maju.
"Apakah Indonesia akan terus mengandalkan kekuatannya pada berdagang sumber daya alam? Kan tidak,” tegas Gobel.
ADVERTISEMENT