Ragam Sebab Gen Z Menganggur: Kutu Loncat hingga Pilih-pilih Pekerjaan

4 Agustus 2024 11:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pencari kerja memadati arena Job Fair Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
zoom-in-whitePerbesar
Para pencari kerja memadati arena Job Fair Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Generasi Z atau Gen Z disebut-sebut lebih selektif dalam memilih pekerjaan. Tak seperti generasi milenial atau baby boomer, Gen Z lebih berani mencari pekerjaan yang sesuai keinginan.
ADVERTISEMENT
Gen Z adalah mereka yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012. Kelompok ini mempunyai ekspektasi tinggi dalam dunia kerja. Ekspektasi ini yang akhirnya membuat mereka lebih selektif dalam memilih profesi.
Alhasil, tak jarang mereka lambat terserap di dunia kerja yang tersedia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) penduduk kelompok umur muda (15–24 tahun) mencapai 16,41 persen dari total angkatan kerja Gen Z yang mencapai 22.042.230 orang.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi menjelaskan, salah satu penyebab Gen Z tidak mendapat mata pencarian karena sebetulnya sudah ada tawaran pekerjaan, namun mereka tidak tertarik.
BROSUR LOKER - Pencari kerja mengumpulkan sejumlah brosur lowongan kerja. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
“Tidak merepresentasikan semuanya ya, tapi banyak mereka itu sebetulnya dapat tawaran pekerjaan. Tapi mereka cukup selektif untuk memilih-milih pekerjaan-pekerjaan yang memang sesuai dengan keinginannya,” ujar Anwar kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Selain masalah selektif kerja, Kemnaker menyoroti adanya isu kompetensi yang belum terpenuhi bagi pasar tenaga kerja. Keterampilan yang dimiliki Gen Z dianggap belum sesuai tuntutan syarat lowongan pekerjaan.
Oleh karena itu, Kemnaker menyiapkan pelatihan agar Gen Z bisa mengasah keterampilan dan bisa diterima dalam pasar tenaga kerja.
Anwar berharap para Gen Z juga bisa memanfaatkan kesempatan pameran kerja atau job fair dari Kemnaker maupun lembaga lain untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai loker.
Ditambah lagi, Kemnaker juga menyiapkan talent scouting dengan menyediakan wadah agar para Gen Z bisa bertemu dalam balai-balai pelatihan kerja.
Pekerja memeriksa furnitur di unit Rusun ASN di IKN, Penajam Paser Utara, Kalimatan Timur, Selasa (30/7/2024). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
Di samping pilih-pilih pekerjaan, ada pula kecenderungan untuk pindah atas berbagai alasan. Kebiasaan pindah-pindah kerja ini diakui oleh salah satu karyawan swasta di Jakarta bernama Vinnilya.
ADVERTISEMENT
Ia yang bekerja sebagai karyawan swasta di Bandung sebelumnya, memutuskan pindah ke perusahaan baru di Jakarta. Upah yang lebih besar jadi alasan dia hijrah ke ibu kota.
“Pernah kerja di satu kantor karena saya fresh graduate dan gajinya UMR. Dengan sudah satu tahun pengalaman di kantor, oh sepertinya bisa lebih lagi (gajinya),” ujar Vinnilya.
Dengan tawaran gaji yang lebih menarik, Vinnilya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan lamanya. “Kalau bisa lebih untuk gaji, kenapa enggak?” tambahnya.
Langkah serupa juga dilakukan oleh pegawai swasta bernama Ulfah Fauziyah. Selain karena gaji, ia juga mempertimbangkan lingkungan kerja dan jenjang karier.
“Sebelumnya pernah mendapat lowongan kerja namun ada ketidakcocokan di lingkungan maupun jenjang karier,” kata Ulfah.
ADVERTISEMENT
Guntur yang sudah dua minggu intens mencari pekerjaan, juga mengaku pernah mendapat tawaran dari restoran cepat saji di Jepang. Namun karena lokasi dan gaji yang tidak sesuai dengan harapannya, ia memutuskan untuk tidak menerima tawaran tersebut.
Sejumlah pencari kerja antre melamar kerja saat pameran bursa kerja di Pandeglang, Banten, Selasa (14/5/2024). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Guntur berharap lulusan SMK diberikan kesempatan untuk mencari kerja terlebih dahulu sebelum melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, terutama untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, melihat Gen Z menghadapi beberapa kendala dalam mencari kerja. Salah satunya, semakin dominan pekerjaan informal tanpa kepastian yang jelas, bahkan dengan tawaran upah yang minim.
Menurut Bhima, dampak terciptanya UU Cipta Kerja juga memicu penurunan standar upah minimum dan berbagai perlindungan tenaga kerja. Meningkatnya angkatan kerja usia muda juga tidak seimbang terhadap jumlah lapangan kerja yang tersedia.
ADVERTISEMENT
Lowongan Kerja Tak Sesuai Keterampilan
Riset Jobstreet by SEEK menunjukkan perusahaan mempunyai perhitungan sendiri dalam menentukan jumlah pegawai berdasarkan kebutuhan operasional dan kemampuan modal mereka, bukan berdasarkan jumlah tenaga kerja yang tersedia.
Di sisi lain, ada kondisi perusahaan tidak dapat bertemu dengan tenaga kerja yang pas sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Sebaliknya, pencari kerja tidak menemukan lowongan kerja yang sesuai dengan keterampilannya.
Petugas melayani para pencari kerja di salah satu stan perusahaan saat Job Fair 2024 di Jakarta, Rabu (8/5/2024). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
“Salah satu penyebabnya adalah kurangnya eksposur lowongan kerja tersebut di mata para pencari kerja,” kata Head of PR, Social & Content, Jobstreet by SEEK, Adham Somantrie.
Selain itu, sebagian besar dari Gen Z masih dalam usia pendidikan. Untuk yang telah selesai menyelesaikan pendidikan, fresh graduate umumnya akan lebih sulit mendapatkan pekerjaan atas alasan tak punya pengalaman.
ADVERTISEMENT
“Karena minimnya pengalaman kerja jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, yang saat ini memiliki lebih banyak pengalaman kerja dan memiliki pemahaman yang lebih mendalam terhadap dunia kerja,” terang Adham.