Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
![Suasana pabrik Furnitur milik Minh Duong Furniture di Ho Chi Min City, Vietnam, Senin (25/11). Foto: Abdul Latif/kumparan](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1574664450/jgfvrukarbm8fh0iaege.jpg)
ADVERTISEMENT
Industri furnitur Vietnam berhasil mencatatkan pertumbuhan yang sangat signifikan dalam beberapa tahun terkahir. Negara bekas jajahan Perancis ini telah berhasil menjadi 10 besar produsen terbesar furnitur atau mebel di dunia dengan nilai produksi USD 10 miliar pada tahun lalu atau tumbuh 38,70 persen sejak tahun 2015.
ADVERTISEMENT
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Vietnam sudah melesat sangat jauh. Misalnya seperti Indonesia yang nilai produksi industri furnitur pada tahun lalu hanya sebesar USD 3 miliar dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 3-4 persen per tahun.
Lalu apa yang membuat kinerja industri furnitur Vietnam begitu cemerlang?
kumparan bersama rombongan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) berkesempatan mengunjungi industri mebel di Ho Chi Min City Vietnam. Di sini, kumparan dan Himki belajar soal pengelolaan industri mebel di negara tetangga Indonesia itu.
President salah satu perusahaan furnitur di Vietnam, Woodworth International Corporation, Lawrence M.D. Yen mengatakan, Vietnam menjadi negara yang paling diuntungkan dengan adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
ADVERTISEMENT
"Ketika (ada) perang dagang antara AS dan China negara yang paling untung adalah Vietnam," katanya saat ditemui di Pabriknya, Ho Chi Minh City, Vietnam, Rabu (27/11).
Menurutnya ada banyak pabrik dari China yang relokasi ke Vietnam untuk membangun pabrik di tengah perang dagang terjadi.
Selain itu, Lawrence bilang para investor lebih memilih Vietnam lantaran gaji pekerja lebih murah dibandingkan negara-negara lainnya, termasuk Indonesia.
"Upah para pekerja di sini (Vietnam) relatif lebih murah dibanding di negara lainnya (Indonesia). Selisihnya sekitar 73 persen (per tahun)," imbuhnya.
Upah minimum para pekerja di Vietnam sekitar Rp 2,8 juta hingga Rp 3,5 juta per bulan. Sementara untuk para pekerja di Indonesia sebenarnya tidak jauh beda yaitu sekitar Rp 3,6 juta hingga Rp 4 juta per bulan.
ADVERTISEMENT
Hanya saja dari sisi produktivitas, Berdasarkan catatan Himki, para pekerja di Vietnam menghabiskan waktu lebih lama atau 48 jam per minggu. Sementara pekerja di Indonesia menghabiskan waktu hanya 40 jam per minggu.
Bahkan ia bercerita sempat menanamkan investasi Rp 500 miliar untuk membangun pabrik di kawasan Mojokerto Jawa Timur.
Hanya saja tak berselang lama, ia memilih untuk melakukan relokasi pabrik ke Vietnam lantaran regulasi upah yang dinilai lebih mahal dibanding Vietnam. Selain itu juga harga tanah di Indonesia yang jauh lebih mahal jika dibanding Vietnam.
"Harga tanah di Indonesia sangat mahal," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Abdul Rochim mengakui jika industri furnitur di Indonesia jauh tertinggal dibanding Vietnam.
ADVERTISEMENT
"Vietnam aja beberapa tahun bisa mendongkrak. Dulu di bawah kita sekarang jauh meninggalkan kita," katanya.