Ramai-ramai Kritik Potongan Gaji Lagi untuk Program Pensiun Pekerja

8 September 2024 6:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah penumpang keluar dari kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek tujuan Stasiun Jakarta Kota di Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (30/7/2024). Foto: Darryl Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah penumpang keluar dari kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek tujuan Stasiun Jakarta Kota di Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (30/7/2024). Foto: Darryl Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berita mengenai wacana potongan gaji pekerja untuk program pensiun tambahan yang menuai kritik dari pengusaha menjadi kabar yang banyak dibaca di kumparanBisnis sepanjang Jumat (8/9).
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada juga informasi mengenai kritik terhadap wacana pemerintah ini dari pengamat. Berikut rangkumannya.
Wakil Bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Bobby Gafur Umar usai konferensi pers pada Rabu (10/1/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Kadin: Wacana Ini Bisa Kurangi Kemampuan Daya Beli yang Sudah Rendah
Wakil Ketua Bidang Perindustrian Kadin Indonesia, Bobby Gafur Umar menuturkan implementasi wacana ini berpotensi mengurangi daya beli masyarakat yang kini sudah rendah.
Meskipun dia menyebut Kadin masih memantau perkembangan soal isu tersebut karena masih dibahas pemerintah. Namun, ia tak menampik wacana ini menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat.
“Akan tetapi ini bisa menjadi kontradiktif jika membebani para pekerja, yang mana mengurangi kemampuan daya beli masyarakat yang saat ini sudah semakin rendah," kata Bobby kepada kumparan, Sabtu (7/9).
"Secara umum di saat kondisi melemahnya daya beli masyarakat, menurunnya PMI indeks di bawah angka 50, jangan ada pembebanan yang memberatkan ekonomi,” tambahnya.
Pekerja membersihkan lantai saat geladi kotor sidang tahunan MPR dan pidato Kenegaraan Presiden di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/8/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Sementara itu, Head of BSI Institute, Luqyan Tamanni melihat pemerintah harus memperhatikan waktu kebijakan ini diberlakukan. Sebab, ketatnya kondisi ekonomi makro saat ini serta hilangnya banyaknya pekerjaan di sektor formal yang hilang, akan membuat rencana tambahan potongan gaji menjadi hal yang sensitif.
ADVERTISEMENT
"Bagi mereka yang dikelompok rentan, mungkin akan jadi masalah. Karena akan mengurangi take home pay dan disposable income secara cukup signifikan. Namuh kelas menengah ke atas, akan sangat tergantung besaran potongannya nanti," ujar Luqyan.
Terkait dengan nasib uang atau dana pensiun jika pekerja yang meninggal, Luqyan mengatakan kondisi itu bukan merupakan masalah. Sebab, sudah ada mekanisme penunjukan ahli waris dalam setiap program di masing-masing dana pensiun.
"Seperti di DPPK atau DPLK, Jamsostek, Taspen, dan lainnya," kata Luqyan.
Ekonom: Tak Perlu Ada Tambahan Potongan, JHT Sudah Cukup
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad juga turut bersuara mengenai wacana ini. Tauhid menilai tak perlu ada program pensiun tambahan yang membuat gaji karyawan dipotong lagi. Sebab menurut dia, program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJamsostek yang sudah berjalan cukup untuk pensiun pekerja swasta.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad usai acara Gambir Trade Talk 15 di Jakarta Pusat, Rabu (14/8). Foto: Widya Islamiati/kumparan
“Kalau untuk Jaminan Hari Tua (JHT) kan sama aja pensiun ya. Orang mendapatkan nilai rupiah yang bisa dicicil ataupun sekaligus diterima secara total ya, ya itu kan udah potongan, udah ada dari kementerian tenaga kerja. Menurut saya sih itu lebih dari cukup,” kata Tauhid kepada kumparan, Sabtu (7/9).
ADVERTISEMENT
Tauhid mengatakan kelas menengah akan menjadi kalangan yanng terkena dampak parah imbas implementasi aturan ini. “Terutama untuk kelas menengah bawah, kalau misalnya ternyata dipotong lagi dan sebagainya, ya itu akan memberatkan,” lanjutnya.
Di sisi lain, jika potongan ini bertujuan untuk dana pensiun, seharusnya pemerintah tidak menjadikan potongan ini sebagai regulasi. Dia menyarankan skema penambahan potongan gaji untuk pensiun lebih menjadi sesuatu yang sifatnya opsional.
“JHT cukup, tapi kalau kurang silahkan mandiri, tapi jangan kewajiban gitu aja. Sifatnya opsional. Iya, kesadaran. yang regulasi yang JHT tadi, itu sudah wajib dalam Undang-Undang Tenaga Kerjaan. Tapi kalau mau mandiri ya silahkan,” terang Tauhid.
Dia kemudian mengimbau agar pengelolaan dana tersebut dilakukan dengan benar, jika skema pemotongan gaji untuk dana pensiun dilakukan secara mandiri oleh perusahaan.
ADVERTISEMENT
“Cuma kan harus dikelola secara prudent, harus hati-hati, jangan sampai justru hilang uangnya, dimanfaatkan. Sudah banyak kasus,” ujar Tauhid.
Jika pemerintah tetap bersikukuh menjadikan potingan tambahan untuk dana pensiun ini sebagai regulasi, maka perusahaan juga akan terdampak. Utamanya pada perusahaan yang menanggung pajak karyawan.
“Perusahaan pasti kena dampak. Pasti kan lagi-lagi kan hak karyawan,” tutur Tauhid.
Tauhid menegaskan gaji karyawan sudah banyak terpotong, seperti potongan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar 2,5 persen dari nilai upah. “Kemarin saja kenaikan buat rumah hanya 2,5 persen saja berat, lagi ditambah lagi,” tegas Tauhid.
Sebelumnya, ramai rencana pemerintah yang akan memotong lagi gaji pekerja untuk program pensiun tambahan. Ini, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan tindak lanjut dari Undang-undang nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
ADVERTISEMENT
Namun, OJK menyebut tambahan program pensiun bagi para pekerja dengan gaji tertentu masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP).