Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Ramai-ramai Startup PHK Pekerja, Investor Cari Aset Lebih Aman
25 Mei 2022 18:23 WIB
·
waktu baca 4 menitDiperbarui 9 Juni 2022 16:58 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Director of General Management JD.id, Jenie Simon, mengatakan pihaknya sebagai salah satu perusahaan e-commerce andalan konsumen Indonesia, senantiasa berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pelanggan melalui serangkaian upaya improvisasi dan pengambilan keputusan.
"Upaya improvisasi dan pengambilan keputusan dilakukan agar JD.id dapat terus beradaptasi dan selaras dengan dinamika pasar dan tren industri di Indonesia," kata Jenie kepada kumparan, Rabu (25/5).
Jenie menjelaskan upaya improvisasi yang ditempuh JD.ID antara lain dengan melakukan peninjauan, penyesuaian, hingga inovasi atas strategi bisnis & usaha. Lebih lanjut, JD.id juga melakukan pengambilan keputusan seperti tindakan restrukturisasi, yang mana di dalamnya terdapat juga pengurangan jumlah karyawan.
"Sehubungan dengan pengambilan keputusan ini, maka JD.id akan patuh dan tunduk terhadap regulasi ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan pemerintah, dan akan memperlakukan dan memberikan hak karyawan, sebagaimana diatur dalam regulasi tersebut," terang Jenie.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, saat ini, JD.ID juga tengah fokus pada pengoptimalan struktur ketenagakerjaan. Bagi JD.ID, para karyawan adalah aset vital dari perusahaan dan bagian dari sebuah keluarga besar, yang mana arti-nya JD.ID memiliki kewajiban untuk menjaga kesejahteraan para karyawan-nya, sekaligus mengembangkan potensi mereka untuk dapat memberikan kinerja yang lebih efektif dan optimal bagi perusahaan.
Tanggapan Ekonom soal Ramai-ramai Startup PHK Karyawan
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengeklaim, beberapa startup mengalami kesulitan pendanaan setelah rencana bisnis terpengaruh oleh pandemi dan penurunan user secara signifikan. Menurutnya, selama pandemi ada lonjakan pelanggan internet, tapi tidak semua merata dirasakan oleh startup.
"Faktornya, secara makro kenaikan tingkat suku bunga di berbagai negara membuat investor mencari aset yang lebih aman. Imbasnya saham startup teknologi dianggap high risk. Maka banyak yang meramal tahun ini adalah winter nya startup, alias tekanan sell-off besar-besaran di industri digital," jelas Bhima kepada kumparan, Rabu (25/5).
ADVERTISEMENT
Bhima menjelaskan banyak startup kesulitan mendapatkan pendanaan baru dan investor makin selektif dalam memilih startup. Mengulang tech bubble tahun 2001, ujungnya akan tersisa champion yang memang bisnis model nya teruji. "Dulu kan ada Amazon, E-bay yang lolos ujian Dotcom bubble, mungkin sekarang waktunya startup di Indonesia diuji oleh pasar," imbuhnya.
Faktor berikutnya, peta persaingan startup adalah winner takes all. Kalau e-commerce ada top 3 pemain, maka jangan harap pemain kecil bisa bersaing. Begitu juga terjadi di edutech, banyak yang tidak bersaing karena kurang pendanaan akhirnya tersisih dari pasar. Kemudian faktor promo dan bakar uang efektif mengurangi jumlah persaingan secara signifikan.
Startup yang cashflownya tidak kuat maka kalah dan digantikan oleh startup yang gencar promosi. Ada juga yang tidak mampu menempatkan diri dalam persaingan yang jenuh. E-commerce itu sudah saturated, begitu juga dengan bisnis payment atau dompet digital, edutech saya lihat sudah mulai jenuh.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengungkapkan, PHK yang terjadi di startup tidak sepenuhnya terkait dengan pelemahan ekonomi global.
"Buktinya ada banyak startup yang bisa bertahan bahkan tumbuh pesat di tengah gejolak ekonomi global saat ini," kata Piter kepada kumparan, Rabu (25/5).
Piter menjelaskan, PHk lebih disebabkan oleh kondisi internal startup yang tidak cukup mampu bertahan. Bisa dikarenakan faktor pasar, atau juga karena faktor kesalahan perencanaan dan operasional.
PHK yang terjadi di beberapa startup akan mendorong proses penyesuaian di industri digital.
"Oleh karena itu saya perkirakan Patah tumbuh hilang berganti. Dampak nya sekarang ini akan minimal terhadap perekonomian makro. Startup yang tutup akan digantikan yang baru," tutur Piter.
ADVERTISEMENT
Ekonom dari Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menilai kejadian PHK di startup memang terkait pendanaan. Menurutnya, perusahaan startup ini masih butuh pendanaan untuk bisa beroperasional.
"Makanya, ketika gagal mendapatkan pendanaan, biasanya mereka akan kelimpungan hingga tidak bisa beroperasi secara normal. Mereka biasanya melakukan layoff kepada karyawannya untuk menghemat budget," jelas dia kepada kumparan, Rabu (25/5).
Nailul melanjutkan model utama startup yang masih bakar uang memang menjadikan mereka masih ketergantungan dengan pendanaan dari Ventura Capital (VC) atau sumber pendanaan lainnya. Hal tersebut perlu dihindari. Kemudian startup juga harus pintar mencari VC yang dipercaya oleh beberapa perusahaan besar, sehingga VC lainnya tertarik untuk memberikan pendanaan lanjutan.
"Saya khawatir, semakin sedikit pendanaan, kemudian startup semakin banyak dan eksponensial, bisa terjadi bubble," pungkas Nailul.
ADVERTISEMENT