Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Ramai-ramai Tolak Rencana Pengenaan Bea Meterai Rp 10.000 Atas Transaksi Saham
19 Desember 2020 13:21 WIB
ADVERTISEMENT
Rencana pengenaan bea meterai atas transaksi surat berharga termasuk saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) membuat resah para investor pasar modal. Kutipan bea meterai tersebut diatur dalam Undang-undang No 10 Tahun 2020 dan berlaku mulai 1 Januari 2021.
ADVERTISEMENT
Aturan ini langsung dibanjiri penolakan. Sampai saat ini belum jelas batas nominal transaksi saham yang dikenakan bea meterai.
“Jadi makin males orang-orang buat nyoba belajar saham,” keluh Faris Al Faruq di kolom komentar berita kumparan, Sabtu (19/12).
Senada, Gede Purnama juga menyayangkan kebijakan ini. Menurutnya bagi investor ritel yang modalnya masih terbatas, harga meterai dengan saham yang dibeli tidak seimbang.
“Ajakan Ustaz Yusuf Mansur untuk cicil saham 1 lot tiap hari terhadang meterai 10 ribu. Beli saham Rp 25 ribu meterai Rp 10 ribu ya tekorr.... Harusnya nomimal dibatasi... Misalnya minimal transaksi TC Rp 500 juta ke atas baru pake meterai,” jelasnya.
Ada pula Deny yang merasa pungutan ini tidak tepat. Sebab pemerintah sudah mengenakan PPh final atas transaksi saham. Penambahan bea meterai pun jadi pertanyaan. Sebab nilai Rp 10.000 termasuk tinggi bagi nominal transaksi saham yang hanya berkisar puluhan hingga ratusan ribu rupiah per lot.
ADVERTISEMENT
“Kalau dirasa kurang, naikkan saja PPh finalnya. Jangan bikin investor ritel yang baru belajar investasi atau trader kecil yang ingin cari keuntungan dari jual-beli saham setiap hari. Kalau PPh final naik, yang besar nilai pungutannya juga termasuk dari investor gajah. Kalau gajah transaksi miliaran rupiah dalam sekali beli atau jual, itu nilai PPh nya berlipat-lipat daripada mungutin meterai dari teri-teri,” jelas Deny.
Pengenaan bea meterai yang dinilai mahal ini juga dikhawatirkan justru menurunkan minat investor untuk masuk ke pasar modal. “Di saat minat masyarakat sedang tinggi terkait investasi saham, sekarang pemerintah mencoba untuk meminta iuran?? Yang ada orang-orang enggak jadi investasi edaaaannn,” keluh Kurumi.
Keluhan masyarakat ini cukup berdasar. Misalnya ada investor ritel sedang belajar menabung saham sehingga mulai membeli pada saham seharga gocap atau Rp 50. Dengan minimal pembelian 1 lot, maka investor tersebut hanya mengeluarkan uang Rp 5.000 untuk membeli saham. Sedangkan bea meterai yang di kenakan Rp 10.000. Harga saham dan bea meterai tidak sepadan.
ADVERTISEMENT
Belum lagi investor harus membayar biaya ke sekuritas dan menanggung biaya potongan saat jual ataupun beli. Untuk itu jika membeli saham gocap, maka investor harus menunggu saham tersebut naik minimal 150 persen untuk menutup biaya meterai. Atau lebih dari 150 persen agar benar-benar untung.
Penolakan para investor ritel juga disampaikan melalui petisi. Melalui platform Change.org, seorang investor ritel bernama Inan Sulaiman membuat petisi berjudul Evaluasi Bea Meterai Untuk Pasar Saham! Dalam petisi tersebut Inan mengaku keberatan dengan aturan bea meterai Rp 10.000. Ia pun meminta Kementerian Keuangan untuk meninjau ulang beleid tersebut.
“Tolong kami Bapak-Ibu Pejabat di Indonesia! Kami rakyat kecil yang berusaha mengubah nasib kami melalui Pasar Modal di Indonesia. Alangkah lebih baiknya peraturan terkait biaya meterai per Trade Confirmation di evaluasi dan revisi. Paling tidak diberikan batas bawah meterai senilai Rp 100.000.000 per TC supaya tidak memberatkan kami ritel kecil yang berusaha berjuang di Pasar Modal Indonesia ini,” tulisnya.
ADVERTISEMENT
Inan menjelaskan bahwa potensi investor ritel di Indonesia sangat menjanjikan. Apalagi saat ini masyarakat mulai sadar untuk menyisihkan pendapatannya demi menabung saham. Sayangnya kebijakan bea meterai ini dinilai memberatkan. “Tentunya biaya meterai sangat memberatkan kami,” tegasnya. Hingga pukul 13:00 WIB, petisi tersebut telah ditandatangani secara online oleh lebih dari 2.200 orang.
Live Update