Redupnya Kilau Emas di Emperan Jalan Pasar Senen

27 April 2025 9:46 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi proses transaksi jual beli emas. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi proses transaksi jual beli emas. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Di sudut sibuk ibu kota, para pedagang emas kaki lima atau emperan hadir tanpa gemerlap etalase mewah, tetapi hanya meja kecil, timbangan, dan insting dagang yang tajam.
ADVERTISEMENT
Pedagang emas emperan yang tersebar di Jalan Pasar Senen, Jakarta, masih jadi tumpuan orang yang ingin melepas perhiasan, menghadirkan transaksi bernilai tinggi di tengah riuh jalanan Jakarta.
Bahkan kini, di tengah lonjakan harga emas yang menggoda, suasana kontras justru terlihat di pinggir Jalan Pasar Senen dan Jalan Senen Raya III. kumparan mengamati, para pedagang emas kaki lima di kawasan itu sepi pembeli.
Salah satu pedagang emas kaki lima di emperan Jalan Pasar Senen bernama Marpaung, mengatakan, dia sudah berhari-hari tak kunjung mendapat pelanggan jual-beli emas perhiasan. Katanya, kondisi ini sudah biasa dijalankan selama 2 tahun ke belakang.
"Dulu mah ramai, sekarang sudah sepi banget, liat aja. Beda dulu sama sekarang," ucap Marpaung ketika disambangi kumparan, Rabu (23/4).
ADVERTISEMENT
Berasal dari Medan, Sumatera Utara, Marpaung merantau ke Jakarta sekitar tahun 1990. Dia memulai bisnis emas kaki lima di tahun 2000, genap 25 tahun ia sudah mengais rezeki dari perniagaan emas perhiasan di Jalan Pasar Senen.
Meski tertera tulisan jual-beli emas di etalasenya, Marpaung hanya menjual dan beli khusus emas perhiasan. Dia tak menerima transaksi emas logam mulia atau batangan.
Di bawah terik matahari Jakarta, ia bercerita kegelisahannya belakangan ini. Pasalnya, sudah sebulan terakhir dia juga tak kunjung mendapat pelanggan beli emas perhiasan. Katanya, itu yang membuat Marpaung boncos.
"Sebulan ini kosong nggak ada (yang membeli), kalau jual ada beberapa, ya saya beli. Rugi belum ongkos, belum itu ini," terangnya.
Pedagang emas kaki lima di Pasar Senen, Jakarta. Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
Dia bilang tiga sampai lima tahun lalu pembeli emas perhiasan masih moncer diperdagangkan. Marpaung bisa meraup keuntungan sekitar Rp 20 juta per bulan. Berbanding terbalik di rentang tahun 2024-2025, Marpaung hanya bisa mengumpulkan keuntungan hanya Rp 3 juta per bulan dan terus menyusut.
ADVERTISEMENT
"Dulu 5 tahun lalu lah, Rp 20 juta lebih bisa itu (keuntungan) per bulan. Sekarang ya dari tanggal 1 sampai 30, Rp 3 juta udah lumayan," lanjut Marpaung.
Di tahun 2000-an, saat awal meniti karier sebagai pedagang emas kaki lima, ia menjual emas perhiasan 1 gram di kisaran Rp 150.000, tergantung karatase. Tapi sekarang dia bisa menjual emas perhiasan di kisaran Rp 500.000 per gramnya.
Untuk detail hitung-hitungannya, setiap hari Marpaung berpatokan ke harga jual-beli emas perhiasan yang ada di gerai pasar konvensional. Dia juga kerap menggunakan patokan harga yang dikeluarkan Antam.
"Iya kita cuman jual-beli doang, kita timbang berapa gram, kalau cocok kita lepas. Ngikutin harga yang ada di pasar aja, sama paling Antam gitu," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Harga emas yang ditawarkan saat transaksi di lapak milik Marpaung biasanya dihitung berdasarkan berat perhiasan dan tingkat kemurniannya. Tak seperti emas batangan murni keluaran Antam yang nyaris sempurna 99,99 persen, emas perhiasan umumnya mengandung campuran logam lain, sehingga nilainya pun tak setinggi logam mulia.
Jika dilihat perkembangan emas Antam per hari ini, Minggu (27/4), harga buyback emas Antam berada di level Rp 1.814.000 per gram.
Proyeksi menentukan harganya, jika Marpaung menjual emas perhiasan 8 karat dengan kadar kemurnian 33,3 persen, maka perhitungan harga akan dilakukan berdasarkan Rp 1.800.000 dikali 33,3 persen, yang menghasilkan harga Rp 599.400 per gram. Dengan demikian, harga per gram emas perhiasan 8 karat diperkirakan sekitar Rp 599.400.
ADVERTISEMENT
"Kita terima mulai dari karatasenya tergantung, paling banyak 6 karat (dan) 8 karat. Ada juga lebih dari itu, tapi (udah) jarang sekarang," kata Marpaung.
Sambil mengipas tubuhnya, Marpaung menyebut takkan berpaling ke bisnis lain. Sekarang ini dia berusaha menyibukkan dirinya saja karena Marpaung bakal pensiun di tahun 2026, ia berniat balik ke kampung halaman dan beristirahat.
"Setahun ke depan kita pulang ke Medan, kita tidur dulu," cakap Marpaung yang kental dengan logat Bataknya.
Pedagang emas kaki lima di Pasar Senen, Jakarta. Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon//kumparan
Berbeda dengan Marpaung, salah satu pedagang emas perhiasan di Jalan Pasar Senen bernama Ilham menuturkan, dia punya lini bisnis lain yakni warung kelontong yang menjual kebutuhan masyarakat.
Ilham mengaku jika mengandalkan lapak jual-beli emas perhiasan takkan menutup pengeluarannya per bulan, sebab dia memiliki dua orang anak dan istri yang mesti dinafkahi. Senada, di tahun 2025 ini Ilham menyebut seret transaksi penjualan emas perhiasan, seminggu terakhir dia tidak mendapat pemasukan apapun dari berniaga emas ini.
ADVERTISEMENT
"Seret mas, gak bisa nutup (dagang emas). Ya mau gimana lagi, mau nutup sayang. Saya punya warung juga," ujar Ilham.
Secara rinci, Ilham dan Marpaung membeli emas perhiasan dari orang lain tanpa harus ada sertifikat emas. Alias, transaksi langsung dilakukan di depan muka, begitu pun uji tes kadar keaslian emas perhiasan.
Untuk menentukan keaslian emas, Ilham dan Marpaung sama-sama menggunakan dua air keras, yakni air keras khusus menentukan apakah emas perhiasan asli atau palsu, dan air keras khusus menentukan kadar perak juga untuk mengetahui logam selain emas.
"Pake air keras (tes keaslian), iya ada dua, buat nentuin asli apa nggak, sama air keras khusus perak," lanjut Ilham.
Masyarakat Nyaman Beli Emas Langsung di Toko Emas
ADVERTISEMENT
Pengamat Investasi, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan fenomena pedagang emas kaki lima yang makin sepi dikarenakan masyarakat yang semakin terliterasi dengan baik. Katanya, mereka lebih nyaman membeli emas langsung di toko/gerai emas resmi.
"Karena literasi dari media itu sudah cukup ini. Kaki lima ya kalau tutup sih nggak, tapi mereka kan istilahnya tetap masih mencari," jelas Ibrahim ketika dihubungi kumparan, Jumat (25/4).
Perhiasan Emas Foto: Beawiharta/Reuters
Ibrahim menerangkan, makin redupnya aktivitas jual-beli emas perhiasan kaki lima di emperan Jalan Pasar Senen karena menurunnya jumlah kriminalitas. Kata dia, emas-emas yang dipajang itu mayoritas didapat dari hasil curian atau tindakan ilegal lainnya.
Oleh karena itu, surat atau sertifikat bentuk kepemilikan emas perhiasan tak menjadi persyaratan saat bertransaksi emas di lapak kaki lima.
ADVERTISEMENT
"Ya, karena apa? Karena banyaknya CCTV. Di jalan-jalan kita di perempatan, di pinggir-pinggir itu banyak CCTV, sehingga kriminalitas itu berkurang. Karena walaupun mereka melakukan pencurian, pasti akan tertangkap, kan," lanjutnya.
Selain itu, Ibrahim bilang kecenderungan masyarakat saat ini lebih suka menyimpan emas perhiasan di bawah 'kasur' dibanding memakainya. Daya beli yang masih rendah memicu masyarakat untuk tidak pamer dan menghindari bentuk kejahatan lainnya.
"Kalau jaman dulu berbeda, jaman dulu emang jalan ya harus pakai emas gini-gini. Jadi masyarakat lebih condong mereka membeli emas, kemudian dia umpetin, ya," ujarnya.
Ekonom sekaligus Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, memandang ada perubahan preferensi konsumen terutama karena permintaan emas saat ini didorong oleh masyarakat kelas menengah.
ADVERTISEMENT
"Dan mereka (masyarakat) sudah lebih melek digital dan informasi terkait investasi, dan umumnya menggunakan emas ini sebagai penyimpan kekayaan dibandingkan sebagai perhiasan," jelas Eko kepada kumparan.
Sehingga pilihan gerai formal dan bereputasi "brand" lebih menjadi pilihan. Kata Eko, konsekuensinya, pedagang emas informal semakin kurang diminati.
Meski begitu, dia memandang kehadiran pedagang emas kaki lima di emperan jalan tetap masih diperlukan terutama untuk masyarakat menengah bawah dan di daerah yang jauh dari pusat kota.
"Lebih dari itu, emas dalam bentuk perhiasan umumnya kalo dijual lagi potongannya lebih besar dibanding jika menyimpan emas Antam," pungkasnya.