Rencana BPOM Labeli BPA di Air Minum Kemasan Dinilai Berimbas ke Masalah Sampah

19 Juli 2022 6:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BPOM Penny K. Lukito saat bersama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Foto: Kemenag
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BPOM Penny K. Lukito saat bersama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Foto: Kemenag
ADVERTISEMENT
Rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melabeli bisfenol A (BPA) pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang berbahan polikarbonat (PC) menuai polemik.
ADVERTISEMENT
Kepala BPOM, Penny K. Lukito, menyatakan bahwa dari hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan galon yang dilakukan pada tahun 2021 dan 2022, ditemukan 3,4 persen sampel yang tidak memenuhi batas syarat maksimal migrasi BPA.
“Berdasarkan hasil pengawasan kemasan galon yang dilakukan Badan POM pada tahun 2021 dan 2022, baik dari sarana produksi maupun peredaran, ditemukan 3,4 persen sampel tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA yang diperoleh di sarana peredaran,” kata Penny dalam acara Sarasehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat melalui Regulasi Pelabelan BPA pada AMDK, dikutip Rabu (8/6).
Padahal, menurut Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan telah ditetapkan bahwa persyaratan batas migrasi Bisfenol A (BPA) pada kemasan plastik PC sebesar 0,6 bpj.
ADVERTISEMENT
Artinya sebanyak 3,4 persen sampel tersebut migrasi Bisfenol A-nya melebihi 0,6 bpj. Hal ini dikhawatirkan dapat berdampak bagi kesehatian siapa saja yang mengonsumsi AMDK tersebut.
Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo memastikan Komisi IV DPR mengkritisi rencana revisi Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 31/2018 yang akan mewajibkan pelabelan Bisfenol-A (BPA) ke AMDK galon guna ulang berbahan PC tersebut.
Menurutnya, pelabelan BPA akan memberi konotasi negatif kepada kemasan galon guna ulang PC yang telah diberi izin edar dan dinyatakan aman selama lebih dari 30 tahun.
Firman merasa Kebijakan itu juga akan mendorong produsen air minum kemasan untuk beralih ke galon PET sekali pakai. Menurutnya upaya itu akan berpotensi menimbulkan sampah sebesar 1 miliar galon sekali pakai pertahun.
ADVERTISEMENT
“Secara ideal penanganan sampah dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah daerah atau pelaku industri yang turut berperan menyumbang tumpukan sampah tersebut,” ujar Firman melalui pesan tertulis, Selasa (19/7). 
Firman menganggap sampah yang bersumber dari masyarakat perlu dilakukan edukasi dan difasilitasi pengelolaannya. Sementara, sampah yang bersumber dari aktivitas ekonomi daerah secara umum, dikembalikan kepada pemerintah daerah.
Begitu pula dengan sampah yang bersumber dari industri. Ia menegaskan sepatutnya dikembalikan ke industri untuk dikelola kembali. Dengan begitu, industri seharusnya mulai mengurangi wadah plastik sekali pakai dan lebih berinovasi kembali pada wadah plastik guna ulang. 
“Persoalan sampah, terutama sampah plastik ini amat berkaitan erat dengan isu kesehatan masyarakat serta sosial dan ekonomi. Itulah tugas daripada DPR. Ketika ada hal-hal yang berdampak negatif kepada rakyat, terlepas diminta atau tidak diminta, DPR harus ambil peran. Perundangan yang berdampak negatif atau tidak relevan tentu harus dilakukan revisi dan sesuaikan," ujar Firman. 
Ilustrasi galon air. Foto: Getty Images
"Kami di Baleg DPR RI sedang melakukan pengkajian terhadap perundangan yang terkait dengan penanganan sampah. Karena dampak sampah plastik sekali pakai ini, tidak hanya sekadar banyak tapi juga mengkhawatirkan terhadap aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan rakyat kita," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Firman menyebut total sampah nasional yang tercatat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2021 telah mencapai 68,5 juta ton. Sekitar 17 persen dari jumlah tersebut merupakan sampah plastik sekali pakai.
Indonesia pada 2019 tercatat sebagai negara dengan buangan sampah plastik sekali pakai per kapita terbesar keenam di Asia Tenggara.
“Salah satu yang mendorong masalah ini adalah gaya hidup masyarakat yang serba praktis, sehingga pemakaian plastik sekali pakai meningkat,” tutur Firman.
Bisfenol A merupakan salah satu bahan penyusun plastik PC kemasan air minum dalam galon yang pada kondisi tertentu dapat bermigrasi dari kemasan plastik PC ke dalam air yang dikemasnya.
Bisfenol A dapat berdampak bagi kesehatan dengan melalui gangguan hormon, khususnya hormon estrogen. Sehingga dapat menyebabkan gangguan sistem reproduksi baik pria maupun wanita, diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal, kanker, perkembangan kesehatan mental, Autism Spectrum Disorder (ASD), dan pemicu Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
ADVERTISEMENT
Penggunan Bisfenol A dalam kemasan plastik bukan hanya menjadi perhatian di Indonesia, melainkan beberapa negara seperti Prancis, Brasil, Amerika Serikat.
Sehingga hal tersebut sudah menjadi perhatian global yang harus segera ditangani dengan cerdas dan bijaksana demi kesehatan konsumen, khususnya yang mengkonsumsi AMDK.