Rencana Cukai Berpemanis Dikeluhkan Pengusaha: Bisa Kurangi Tenaga Kerja

24 Agustus 2024 12:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani menjawab pertanyaan wartawan di Kantor APINDO, Jumat (23/8/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani menjawab pertanyaan wartawan di Kantor APINDO, Jumat (23/8/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
ADVERTISEMENT
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi jumlah tenaga kerja akan berkurang akibat rencana pemerintah mengenakan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun 2025.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan, pemungutan cukai di minuman berpemanis akan mengerek harga produk dan bisa memicu turunnya daya beli masyarakat sehingga berpengaruh dalam pengurangan tenaga kerja.
“Kalau cukai naik, harganya juga akan naik, daya beli masyarakat bisa turun, dan ketika permintaan turun bisa berdampak kepada produksi,” ujar Shinta usai konferensi pers di Kantor APINDO, Jumat (24/8).
“Dan jika berkepanjangan akan berdampak pula kepada permintaan produksi dan pengurangan tenaga kerja,” lanjutnya.
Menurut Shinta, pengenaan cukai akan memberikan efek ganda (multiplier effect) pada ruang gerak pelaku usaha dalam menjalankan usaha dan menjangkau konsumen sebagai target pasar dari produknya.
Demo karyawan PT. Masterindo Jaya Abadi di PN Bandung terkait dengan PHK oleh perusahaan. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Shinta mengakui pihaknya sudah melakukan audiensi dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dengan memberi masukan. Ia berharap APINDO dilibatkan dalam menyusun aturan turunan dengan menggandeng seluruh asosiasi.
ADVERTISEMENT
Ia menilai penetapan batas maksimal gula, garam dan lemak (GGL) dalam produksi pangan olahan tak menurunkan angka penyakit sehingga perlu kajian lebih lanjut.
Terlebih lagi, sektor makanan dan minuman menyumbang sekitar 39 persen terhadap PDB industri non-migas dan menyumbang 6,55 persen terhadap PDB nasional.
“Namun concern-concern yang ada ini harus diperhatikan karena nantinya akan mempengaruhi daripada eksekusi di lapangannya,” tutur Shinta.
Pengenaan cukai terhadap MBDK untuk mengendalikan konsumsi gula atau pemanis yang berlebihan, serta untuk mendorong industri untuk mereformulasi produk MBDK yang rendah gula.
“Pendapatan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dikenakan atas barang kena cukai meliputi hasil tembakau, minuman yang mengandung etil alkohol, etil alkohol atau etanol, dan minuman berpemanis dalam kemasan, yang jumlah besarannya direncanakan sebesar Rp 244,19 triliun,” tertulis dalam RUU APBN 2025 pasal 4 ayat 6.
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu membenarkan hal itu. Menurutnya, saat ini pemerintah fokus pada penerapan cukai MBDK karena tingginya konsumsi gula.
Ia memastikan pemerintah akan melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai kebijakan cukai MBDK. "Ada beberapa pembahasan dan konsultasi, dan tampaknya ini yang akan kita bahas lebih lanjut dengan DPR," kata Febrio kepada wartawan di Kantor Pusat Ditjen Pajak.