Rencana Pelarangan Total Iklan Rokok Dinilai Akan Berimbas ke Industri Kreatif

27 Maret 2023 15:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Rokok. Foto: Antara/Yusran Uccang
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Rokok. Foto: Antara/Yusran Uccang
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pelaku industri ekonomi kreatif menolak rencana pemerintah yang akan melarang total iklan rokok, yang tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
ADVERTISEMENT
"Pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi," demikian tertulis dalam rancangan revisi 109/2012 yang tercantum dalam Keppres Nomor 25 Tahun 2022.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA) Eka Sugiarto mengatakan, terdapat sekitar 750 ribu tenaga kerja yang berkaitan dengan sektor industri ekonomi kreatif dan mengandalkan pendapatan dari iklan rokok. Menurutnya, industri rokok merupakan salah satu sektor yang berkontribusi signifikan terhadap advertising expenditure (ADEX) atau total belanja iklan.
“Rencana revisi PP 109/2012 yang di dalamnya ada larangan total iklan rokok akan berdampak signifikan bagi industri kreatif. Menurut kami isu ini bisa dibicarakan baik-baik. Dengan aturan yang berlaku saat ini, para pengusaha sudah melakukan mekanisme kontrol dan kepatuhan sesuai aturan dan etika yang berlaku,” ujar Eka dalam keterangannya, Senin (27/3).
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, pemerintah seharusnya melakukan diskusi dengan pelaku industri terkait. Sebab menurutnya, rencana tersebut juga akan mengancam perekonomian secara umum.
“Rencana revisi ini harus dibicarakan dulu dengan seluruh pihak terkait karena ada business continuity yang harus diperhatikan dan dijaga keseimbangannya. Kalau dari riset, revisi ini tidak menghasilkan dampak dan efek domino yang kondusif,” jelasnya.
Menurut Eka, aturan PP 109/2012 yang berlaku saat ini telah tegas mengatur perihal iklan rokok. Sehingga, aspek yang justru harus diperkuat adalah implementasi. Selain itu, pengusaha yang tergabung dalam APPINA juga telah menaati seluruh aturan yang berlaku.
"Kepatuhan ini turut menujukkan hasil yang positif melalui turunnya angka prevalensi perokok anak di bawah umur 18 tahun sesuai data yang dipublikasikan oleh Data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam beberapa tahun ini," kata dia.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Persatuan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto, menyampaikan larangan total iklan rokok akan menimbulkan efek ganda yang besar bagi industri ekonomi kreatif, salah satunya persoalan tenaga kerja.
“Kita harus diskusikan lebih lanjut dampak dari revisi ini. Bagaimana nasib para pekerja di industri ini? Masalah regulasi, selama ini sebenarnya iklan rokok adalah iklan yang paling banyak aturannya dan kita selalu tertib. Tayangnya hanya boleh dari jam 21.30 dan banyak sekali aturan lainnya, seperti tidak boleh mencantumkan logo," tuturnya.
Janoe melanjutkan seiring berkembangnya teknologi, proses iklan, khususnya di media digital, telah memungkinkan adanya penargetan secara spesifik terhadap usia, gender, lokasi, dan lainnya. Melalui fitur ini, para pengusaha dapat melakukan iklan yang bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT