Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Rencana Pemutihan Utang Petani dan Nelayan Dinilai Efektif, Tapi Perlu Hati-hati
24 Oktober 2024 10:36 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Rencana Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pemutihan utang untuk 6 juta petani, nelayan, dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dinilai positif.
ADVERTISEMENT
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abdul Manap Pulungan mengingatkan mengenai riwayat usaha yang dimiliki oleh nelayan, petani, dan pelaku UMKM.
Menurutnya, jika usaha yang dimiliki tidak dilengkapi beberapa hal penting seperti laporan keuangan dan pencatatan siklus bisnis maka akses kredit juga akan sulit didapat.
“Misalnya saya sudah dibantu, diputihkan, kalau saya nanti mau mengajukan ke bank belum tentu diterima juga karena tidak ada siklus bisnis kita, flow keuangan itu tetap saja disyaratkan oleh bank. Jika tidak ada maka akan dikenakan agunan yang besar,” katanya kepada kumparan, Kamis (24/10).
Abdul juga mengatakan jangan sampai nantinya aturan ini malah membuat para pelaku usaha memiliki ekspektasi untuk tidak menyelesaikan kewajiban pembayaran utang setelah mendapat kredit dari bank.
ADVERTISEMENT
“Nanti akan ada ekspektasi dari pelaku usaha maupun orang yang mendapat kredit ini bahwa tidak perlu menunaikan kewajibannya,” lanjut Abdul.
Walau demikian, Abdul melihat kebijakan ini juga merupakan langkah yang baik dari pemerintah untuk mengintervensi penyaluran kredit perbankan agar lebih efektif.
Hal ini karena yang menjadi dasar aturan ini akan diterbitkan adalah keberadaan 6 juta nelayan , petani, dan pelaku UMKM yang tidak bisa mendapat kredit perbankan karena masih memiliki utang.
“Di sisi positif ini bisa jadi salah satu upaya dari pemerintah Prabowo ini untuk menggerakkan pembiayaan di sektor-sektor yang tidak dilirik bank,” terangnya.
Abdul melihat sektor pertanian memang agak sulit untuk mengakses kredit perbankan karena memiliki risiko yang tinggi. Maka dari itu intervensi pemerintah perlu dilakukan.
ADVERTISEMENT
“Karena kan sektor pertanian biasanya dinilai sebagai high risk karena bergantung pada cuaca, apalagi beberapa waktu terakhir cuaca itu sangat tidak menentu. Karena memang high risk maka pemerintah memang perlu intervensi ke dalam agar nanti pembiayaannya bisa berjalan lebih cepat,” jelas Abdul.