Rencana Penutupan Stasiun Karet: Dinilai Atasi Kemacetan, Ditolak Anker

5 Januari 2025 9:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penumpang menunggu kereta berhenti di Stasiun Karet, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penumpang menunggu kereta berhenti di Stasiun Karet, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Rencana penutupan Stasiun Karet menimbulkan polemik, khususnya dari para pengguna KRL atau yang biasa dikenal dengan nama Anker. Di sisi lain, pengamat transportasi menilai bakal ditutupnya stasiun itu berdampak positif ke pengelolaan transportasi di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan Stasiun KRL Karet akan ditutup pada 2025 ini. Keputusan itu merupakan usaha melancarkan konektivitas antarstasiun yang saling berdekatan.
Stasiun Karet saat ini memiliki jarak yang berdekatan dengan Stasiun Kereta Bandara BNI City dan Stasiun Sudirman. Karena itu, Erick menilai keberadaan Stasiun Karet tak lagi efektif untuk naik-turun penumpang.
“Yang dibilang kan, bagaimana kita membangun ekosistem stasiun ini. Mungkin di Karet ditutup,” kata Erick kepada wartawan di Stasiun BNI City, Jakarta, Rabu (1/1).
Direktur Pengembangan Usaha PT KAI, Rudi As Aturridha, menyebut penutupan Stasiun Karet ini akan disesuaikan dalam Grafik Perjalanan Kereta Api (GAPEKA) 2025. Meski begitu, dia tak menyebut kapan GAPEKA 2025 bakal terbit.

Dinilai Bantu Atasi Kemacetan

Suasana di Stasiun Karet. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Deddy Herlambang, menyatakan penutupan Stasiun Karet berdampak positif dalam konteks makro pengelolaan transportasi di Jakarta. Menurutnya, langkah ini sejalan dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) yang dirancang untuk mendukung integrasi kawasan dan mengoptimalkan perjalanan kereta.
ADVERTISEMENT
“Kalau perjalanan KRL, jelas akan lebih mempercepat waktu tempuh karena stasiun yang dilalui berkurang. Penumpang yang biasanya naik dari Stasiun Karet akan berjalan kaki ke BNI City, tetapi hal ini sesuai dengan konsep TOD,” kata Deddy kepada kumparan, Jumat (3/1).
Deddy menjelaskan, kawasan Dukuh Atas sudah didesain sebagai pusat TOD. Artinya, integrasi antarmoda menjadi fokus utama.
“Jarak antara Stasiun Karet ke BNI City hanya 200 meter, masih dalam lingkup pejalan kaki. TOD dalam Rencana Transportasi Jabodetabek (RTJ) menetapkan patokan maksimal 500 meter untuk akses pejalan kaki, sehingga ini masih ideal,” ungkapnya.
Menurutnya, desain TOD bertujuan untuk memprioritaskan transportasi non-motoris, seperti pejalan kaki dan pesepeda. Sehingga penutupan Stasiun Karet mendukung pengurangan penggunaan kendaraan pribadi.
ADVERTISEMENT
Selain mendukung TOD, Deddy menilai penutupan Stasiun Karet juga dapat mengurangi kemacetan di sekitar kawasan tersebut. Ia menilai perubahan ini mungkin terasa sulit bagi pengguna yang sudah terbiasa turun dan naik di Stasiun Karet. Namun, penyesuaian akan terjadi seiring waktu, baik dari trayek angkutan umum maupun pola perjalanan masyarakat.

Ditolak Anker

Di sisi lain, wacana penutupan Stasiun Karet yang tengah ramai dibicarakan memicu reaksi beragam dari pengguna KRL, khususnya KRL Mania, komunitas pengguna KRL yang selama ini vokal menyuarakan kebutuhan dan aspirasi penumpang kereta di Jabodetabek.
Aris Dhanu, seorang pengguna setia KRL, mengungkapkan penutupan Stasiun Karet akan berdampak langsung pada efisiensi ketika berpindah moda transportasi. Dia mengaku harus jalan jauh jika ingin menggunakan Jaklingko atau Transjakarta. Jarak tambahan ini tidak hanya meningkatkan waktu tempuh, tetapi juga berpotensi memperburuk kenyamanan perjalanan harian para commuter.
ADVERTISEMENT
"Penumpang kereta yang ingin berpindah moda ke Mikrotrans Jak 48A/Jak 08/Jak 09, mikrolet 44, Transjakarta 6K/8C jadi harus berjalan lebih jauh," ujar Aris.
Anggota KRL Mania, Fathin, menekankan peran Stasiun Karet sebagai penghubung vital bagi kawasan perkantoran. Dia menduga, penutupan stasiun dilakukan untuk memperlancar kereta bandara.
Dalam pandangannya, menutup Stasiun Karet demi efisiensi jalur kereta bandara hanya akan memindahkan masalah tanpa menyelesaikannya.
Sebagai alternatif, Fathin menyarankan agar kebijakan tersebut dievaluasi dengan mempertimbangkan dampak nyata terhadap pola pergerakan penumpang.
Penumpang menunggu kereta berhenti di Stasiun Karet, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Vanisalona, seorang pengguna KRL lainnya, menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap rencana ini. Baginya, daripada menutup Stasiun Karet, lebih baik pihak berwenang melakukan perbaikan dan modernisasi stasiun.
"Penutupan Stasiun Karet aku sangat tidak setuju karena banyak sekali orang yang mengakses Stasiun Karet. Daripada Stasiun Karet ditutup, lebih baik dibagusin aja, karena penumpang makin hari makin banyak dan pasti nggak cukup hanya di Sudirman saja. Coba aja lihat, teman-teman, Stasiun BNI City sepi, sedangkan Stasiun Sudirman lama pun ramai banget," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Vanisalona bilang, keberadaan Stasiun Karet sangat strategis, terutama bagi masyarakat yang membutuhkan aksesibilitas lebih dekat dan efisien dibandingkan opsi lain yang tersedia.

Butuh Kajian Lanjut, Stasiun Karet Tak Langsung Ditutup

KAI Commuter yang juga selaku pengelola kereta Commuter Line Basoetta tujuan Bandara Soekarno-Hatta, menegaskan tidak langsung menutup operasional Stasiun Karet dalam waktu dekat.
VP Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus, memaparkan rencana pengintegrasian Stasiun Karet dengan Stasiun BNI City, sebagai bagian dari rencana peningkatan layanan kepada penumpang masih dalam proses kajian, serta membutuhkan pembahasan mendalam dengan regulator dan berbagai pihak terkait.
“Masyarakat maupun penumpang pengguna KRL masih dapat berhenti dan turun di Stasiun Karet. Rencana penutupan operasional Stasiun Karet belum akan dilakukan dalam waktu dekat,” tegas Joni dalam keterangan resmi, Sabtu (4/1).
VP Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus dalam Media Gathering di Wong Palembang Gambir, Sabtu (19/10/2024). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Selain masih membutuhkan pendalaman dengan sejumlah pihak, saat ini KAI Commuter juga tengah meningkatkan kualitas fasilitas sarana dan prasarana untuk penumpang di Stasiun BNI City.
ADVERTISEMENT
Di antaranya dengan memperbaiki dan meningkatkan kenyamanan selasar bagi pejalan kaki agar terlindung baik dari sengatan sinar matahari maupun hujan saat menuju ke stasiun. Tak hanya itu, KAI juga tengah membangun area bagi pelaku usaha, sehingga dapat mendukung pelaku UMKM.
Ihwal pengintegrasian Stasiun Karet dengan Stasiun BNI City, di Kawasan Dukuh Atas, Jakarta, sebenarnya mempertimbangkan faktor keselamatan. Selain itu juga untuk memangkas waktu tempuh kereta Commuter Line Basoetta dari Manggarai menuju Bandara Soekarno-Hatta. Dengan pemangkasan waktu tempuh dari yang sebelumnya mendekati 1 jam menjadi sekitar 40 menit, diharapkan ke depannya Commuter Line Basoetta dapat meningkatkan kapasitas angkut penumpang.
Menurut Joni, hal itu dilakukan KAI Commuter dalam mengantisipasi peningkatan jumlah penumpang pesawat yang menggunakan kereta dari Bandara Soetta menuju pusat Kota Jakarta dan sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Sesuai data yang terangkum, dari sekitar 56 juta penumpang Bandara Soekarno-Hatta setiap tahunnya, dalam setahun terakhir (2024) sebanyak 1,5 juta penumpang yang menuju bandara menggunakan Commuter Line Basoetta.
Dengan peningkatan layanan Commuter Line Basoetta ini ditargetkan dapat melayani sekitar 20 persen atau 10 juta orang dari total pengguna pesawat di Bandara Soekarno-Hatta.
Proyeksi peningkatan jumlah penumpang tersebut, tak lepas dari lokasi strategis Stasiun Manggarai atau Stasiun BNI City sebagai titik awal keberangkatan. Sebab, kedua stasiun tersebut memiliki konektivitas dan terintegrasi dengan beragam moda transportasi lainnya, seperti: Transjakarta, KRL, MRT Jakarta, LRT, dan JakLingko.