Rencana Tax Amnesty Jilid 2 Dinilai Bikin Masyarakat Tak Patuh Pajak

2 Agustus 2019 16:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas pajak melayani warga yang membayar pajak. Foto: Antara/Risky Andrianto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas pajak melayani warga yang membayar pajak. Foto: Antara/Risky Andrianto
ADVERTISEMENT
Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait adanya peluang untuk membuat program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II dinilai tidak tepat. Wacana ini muncul karena banyak pengusaha menyesal tak ikut program tersebut.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita), Yustinus Prastowo, mengatakan jika program tax amnesty jilid II dilaksanakan, akan berdampak negatif dan efek psikologis masyarakat menjadi tak patuh pajak.
"Akan melukai rasa keadilan bagi yang sudah ikut tax amnesty dengan jujur, bagi yang selama ini sudah patuh. Akan jadi preseden buruk karena menciptakan efek psikologi lebih baik tidak patuh karena akan ada tax amnesty," kata Prastowo, Jumat (2/8).
Prastowo secara tegas menolak rencana tax amnesty jilid II. Menurut dia, kebijakan tersebut sangat tak baik bagi masa depan Indonesia dan sistem perpajakan.
"Kami tidak setuju dan menolak tegas wacana tax amnesty “jilid 2” sebagaimana beredar dan diwacanakan oleh siapa pun," katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut Prastowo, pemerintah seharusnya fokus memperkuat dan back-up penuh Ditjen Pajak untuk melakukan reformasi pajak dan penegakan hukum yang terukur, imparsial, objektif, dan adil.
Adapun saat ini, sudah dapat dibuat pemetaan dan profil wajib pajak menurut klasifikasi risiko tinggi, sedang, dan rendah. Wajib pajak yang selama ini sudah patuh atau sudah ikut tax amnesty dengan jujur masuk kategori risiko rendah.
Sedangkan di luar itu, masuk dalam kategori risiko sedang dan tinggi sesuai dengan kondisi kepatuhannya.
"Merekalah yang menjadi sasaran pembinaan (risiko sedang) dan penegakan hukum (risiko tinggi). Dengan kata lain, peta jalan setelah tax amnesty adalah keterbukaan informasi dan penegakan hukum," ujarnya.
Pemerintah juga diminta tegas dan fokus pada reformasi perpajakan. Antara lain menyempurnakan regulasi, memperbaiki administrasi, meningkatkan pelayanan, dan konsisten melakukan pengawasan kepatuhan.
ADVERTISEMENT
"Sistem perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel menghasilkan penerimaan yang optimal dan sustain jauh lebih penting dan mendesak ketimbang terus berkompromi dengan pihak yang sejak awal tidak punya niat untuk patuh dan terbiasa menjadi penumpang gelap Republik," tegasnya.
Yustinus Prastowo, Direktur CITA Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Sebelumnya, Sri Mulyani dalam acara 'Kadin Talks' mengatakan membuka peluang membuka program tax amnesty jilid II. Hal ini lantaran pemerintah menerima banyak masukan dari kalangan pengusaha agar diadakan kembali tax amnesty.
"Kalau mungkin ya pasti mungkin. Tapi apakah yang terbaik? Waktu itu banyak yang enggak yakin pengusaha dikasih segala macem diskon pajak," ujar Sri Mulyani di Menara Kadin, Jakarta.
Menurut dia, hasil tax amnesty yang berlangsung selama sembilan bulan tersebut masih jauh dari harapan pemerintah. Sri Mulyani bilang, hanya sekitar 1 juta wajib pajak yang mengikuti tax amnesty.
ADVERTISEMENT
"Kemarin tax amnesty sampai Pak Presiden yang ikut kampanye segala macem hanya ada 1 juta wajib pajak. It's very low dibandingkan ekspektasi kita," tambahnya.
Adapun hasil tax amnesty selama September 2016 hingga Maret 2017 hanya didapatkan 965.000 wajib pajak yang tercatat mendeklarasikan hartanya.
Hasil deklarasi harta tax amnesty per Maret 2017 mencapai Rp 4.884,26 triliun, terdiri dari deklarasi harta dalam negeri Rp 3.700,8 triliun dan harta luar negeri Rp 1,036,7 triliun. Sementara harta yang direpatriasi hanya Rp 146,7 triliun.