Respons Antam Soal Impor Emas Rp 47,1 Triliun yang Dipersoalkan DPR

16 Juni 2021 18:41 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Emas Antam. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Emas Antam. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Manajemen PT Aneka Tambang Tbk atau Antam buka suara mengenai dugaan kasus impor emas yang disebut merugikan negara Rp 47,1 triliun. Dugaan ini bermula dari Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kejaksaan Agung di DPR, Senin lalu.
ADVERTISEMENT
SVP Corporate Secretary Antam, Yulan Kustiyan mengakui perusahaan melakukan impor emas hasil tuangan atau gold casting dengan berat 1 kilogram (kg) untuk bahan baku produk-produk perhiasan.
Emas impor yang diperuntukan sebagai bahan baku tersebut sesuai dengan kategori pos tarif (HS Code) 7108.12.10 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.
Gold casting bar tersebut akan dilebur dan diolah menjadi produk hilir emas di pabrik pengolahan dan pemurnian yang dikelola Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian (UBPP) Logam Mulia,” katanya kepada kumparan, Rabu (16/6).
Menurut catatan perusahaan, emas casting bar yang diimpor perusahaan masuk ke golongan emas non-monetary dalam bentuk bongkah, ingot atau batang tuangan. Emas tersebut digunakan Antam sebagai bahan baku yang kemudian dilebur dan diolah kembali menjadi produk hilir emas (minting bar) di pabrik pengolahan dan pemurnian UBPP Logam Mulia.
ADVERTISEMENT
“Terkait impor gold casting bar yang dilakukan Antam, telah dijelaskan kepada pihak terkait bahwa Perusahaan melakukan impor emas (gold casting bar) dengan kategori pos tarif 7108.12.10 berdasarkan fakta maupun best practice yang ada di lapangan,” imbuhnya.
Perusahaan, lanjut Yulan, berupaya menerapkan praktik Good Corporate Governance (GCG). Manajemen juga berupaya secara transparan untuk melaksanakan seluruh kewajiban sebagai importir, termasuk aspek perpajakan, dan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk mendukung penerapan tata kelola impor sesuai dengan ketentuan yang berlaku.