Respons Perbankan Soal Wajib Salurkan Kredit 30 Persen ke UMKM

10 September 2021 18:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur BI, Bp. Perry Warjiyo Foto: Dok. BI
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur BI, Bp. Perry Warjiyo Foto: Dok. BI
ADVERTISEMENT
Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah membuat Perbankan wajib menyalurkan pembiayaan ke UMKM minimal 20 persen di tahun 2022 dan 30 persen di 2024.
ADVERTISEMENT
Kebijakan tersebut menuai polemik. Apalagi BI dianggap bertindak di luar kewenangannya. Risiko gagal bayar UMKM juga menjadi kekhawatiran dari adanya kebijakan itu.
Lantas, bagaimana respons Perbankan terkait kewajiban besaran penyaluran kredit ke UMKM tersebut?
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F. Haryn, mengatakan pada prinsipnya BCA mendukung kebijakan dari pemerintah, regulator, dan otoritas terkait salah satunya kebijakan RPIM yang dikeluarkan BI. Ia menganggap langkah itu sebagai upaya meningkatkan inklusi ekonomi dan membuka akses keuangan serta memperkuat peran UMKM dalam pemulihan ekonomi nasional.
Hera menjelaskan pihaknya mendukung penyaluran kredit seperti pada triwulan II 2021 menyelenggarakan UMKM Fest yang mempromosikan lebih dari 1.700 merchant UKM lewat platform online. Program ini memberikan pelatihan akses untuk melakukan ekspor melalui kolaborasi dengan pemerintah dan asosiasi terkait.
ADVERTISEMENT
“Program ini turut mendorong peningkatan penyaluran kredit ke sektor UMKM menjadi senilai Rp 78,8 triliun hingga Juni 2021,” kata Hera saat dihubungi kumparan, Jumat (10/9).
Hera mengungkapkan dukungan BCA terhadap UMKM juga diimplementasikan dengan gerakan Bangga Lokal yang sejalan dengan program pemerintah yakni gerakan Bangga Buatan Indonesia. Masyarakat dapat mengakses informasi Bangga Lokal pada https://www.bca.co.id/banggalokal.
“Di sisi lain, kami masih melakukan melakukan monitoring secara intens terkait kondisi saat ini, khususnya di tengah situasi PPKM Darurat dalam rangka menekan laju penularan pandemi COVID-19 menuju pemulihan ekonomi nasional,” ujar Hera.
“Kami juga mengapresiasi pemerintah dan regulator atas dukungan yang luar biasa dan kepada seluruh nasabah setia yang selalu menginspirasi kami untuk memberikan pelayanan yang berkualitas,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Senada, Corporate Secretary BNI, Mucharom, memastikan pihaknya tetap mendukung aturan yang dikeluarkan BI kalau untuk meningkatkan porsi kredit UMKM. Ia menjelaskan kontribusi UMKM bagi perekonomian nasional atau terhadap PDB mencapai lebih dari 37,3 persen.
Mucharom menyebut berdasarkan data Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Association Business Development Services Indonesia (ABDSI), dan Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa UMKM mampu menyerap 34 juta pekerja atau sekitar 73 persen dari tenaga kerja yang ada.
“Sementara dari sisi transaksi, UMKM mampu berkontribusi Rp 4.235 triliun terhadap perekonomian Indonesia. Kami berharap peran UMKM yang signifikan tersebut akan terus berlanjut meski terdapat berbagai tantangan,” ungkap Mucharom.
“Hingga Juni 2021, BNI telah menyalurkan kredit UMKM sebesar 20,7 persen dari total kredit. BNI terus akan menggenjot porsi UMKM hingga 30 persen pada 2024,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data tersebut, Mucharom memastikan BNI mendukung kebijakan BI dalam pemenuhan RPIM. Sehingga UMKM dapat lebih perkasa membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi. Potensi UMKM naik kelas juga tercipta dengan adanya penyaluran kredit.
“Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi dan juga untuk mensupport para entrepreneur dari seluruh segmen. Salah satu tujuannya memang bagaimana meningkatkan kompetensi, size, scope dari pengusaha kita sehingga sesuai dengan misi perusahaan, keberadaan kita bermanfaat untuk masayarakat pada umumnya,” ujar Mucharom.
Hal serupa juga disampaikan Corporate Secretary BRI, Aestika Oryza Gunarto, yang mendukung diterbitkannya diterbitkannya PBI Nomor 23/13/PBI/2021. Ia menganggap dengan semakin banyak bank yang membiayai UMKM dengan porsi meningkat, tentu dapat meningkatkan perekonomian nasional. Sebab, kata Aestika, UMKM menyumbang sekitar 60 persen PDB nasional.
ADVERTISEMENT
“Khusus di BRI, hingga akhir Juni 2021 proporsi kredit UMKM mencapai 80,62 persen dari keseluruhan kredit BRI. Porsi ini akan terus kita tingkatkan hingga mencapai 85 persen pada tahun 2025. Angka ini jauh diatas kewajiban pemenuhan RPIM yang dipatok BI sebesar 30 persen pada tahun 2024,” ujar Aestika.
Aestika menjelaskan ada dua strategi utama BRI dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia yaitu menaikkan kelas pelaku UMKM di Indonesia, dari mikro menjadi kecil, dan kecil menjadi menengah. Strategi kedua yakni BRI terus mencari sumber pertumbuhan baru sehingga akan menyalurkan pinjaman ke segmen yang lebih kecil lagi atau ultra mikro.
“BRI memiliki strategi go smaller atau pinjaman lebih kecil, go shorter atau dengan tenor yang pendek, dan go faster atau melalui proses digitalisasi, sehingga mempercepat proses kredit,” ungkap Aestika.
ADVERTISEMENT

Aturan BI soal Minimal Pembiayaan ke UMKM

Meski ada dukungan dari Perbankan tersebut, Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) Aviliani sempat menganggap kebijakan itu justru bisa tak terserap oleh UMKM itu sendiri.
Menurut dia, saat ini UMKM yang naik kelas tiap tahun terbilang lambat dan berpotensi sulit melunasi kreditnya ke bank. Selain itu, kondisi ekonomi juga belum sepenuhnya membaik.
Selain itu, kata Aviliani, jika pertumbuhan ekonomi mulai bangkit pada 2023, bisanya permintaan pembiayaan ke sektor infrastruktur juga tinggi. Kondisi ini bertolak belakang dengan kecilnya jumlah UMKM yang naik kelas. Dia meminta BI meninjau lagi aturan lagi.
"Bahayanya terutama bank BUKU III dan BUKU IV, begitu dia harus biaya infrastruktur, (kredit) 30 persen ada yang serap enggak? Karena kalau kita lihat kenaikan kelas UMKM sangat lambat, takutnya dipaksakan dan enggak terserap. Apalagi ada denda juga ke bank," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Komisaris Bank Jago Anika Faisal memandang aturan ini perlu dilihat kembali. Karena setiap bank punya segmentasi masing-masing dalam menyalurkan kredit. Bank Jago sebagai pemain bank digital di Indonesia juga masih mencermati aturan ini.