Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Respons Sawit Watch soal Prabowo Mau Perbanyak Tanam Sawit dan Isu Deforestasi
31 Desember 2024 12:40 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Komisi Uni Eropa sudah menyetujui untuk memberlakukan Undang-undang anti-deforestasi atau European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) pada 6 Desember 2022. Ketentuan ini mengatur dan memastikan konsumen di Uni Eropa untuk tidak membeli produk yang terkait deforestasi dan degradasi hutan salah satunya yaitu kelapa sawit.
"Menurut saya, strategi yang bagus itu strategi intensifikasi, bagaimana meningkatkan produktivitas perkebunan kita yang sebenarnya secara potensi jauh dari harapan," kata Surambo kepada kumparan, Selasa (31/12).
Sawit Watch telah menghitung nilai batas atas daya dukung dan daya tampung lingkungan komoditas sawit berkenaan dengan komoditas sawit. Surambo mengatakan ada sekitar 18,14 juta hektare batas atas sawit di Indonesia. Saat ini luas sawit yang telah digunakan sekitar 17,3 juta hektare.
ADVERTISEMENT
"Kita menghitung itu ada sekitar 18,14 juta hektar batas atas sawit untuk kita, saat ini kan luas sawit kita ada 17,3 juta, jadi nyaris melampaui ambang batas," ujar Surambo.
Surambo menjelaskan jika melewati ambang batas sawit, maka ke depan Indonesia akan mendapat satu dampak lingkungan. Sebab, lingkungan ekologis tak sanggup lagi mendukung dan menampung.
"Nah itu bisa terjadi satu dampak ekologis, mesti dipikirkan pemerintah," ungkap Surambo.
Untuk mengatasi persoalan itu, Surambo menilai salah satu strategi yang tepat yaitu intensifikasi dengan moratorium atau penundaan perizinan sawit secara permanen.
"Jadi sudah tidak melakukan ekspansi tapi tetap melakukan intensifikasi. Dan secara ekonomi ini jauh lebih menguntungkan dalam kerangka tahun 2045," terang Surambo.
"Dalam kerangka itu, kami merasa bahwa melakukan ekspansi sawit dalam artian izin ya yang dulu pernah di zaman Jokowi mengambil moratorium sawit itu kan sebenarnya mengambil strategi intensifikasi," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Surambo menegaskan strategi memperbanyak tanam sawit dengan memperluas lahan sawit atau ekstensifikasi hanya akan membawa dampak deforestasi lebih besar dan risiko yang lebih tinggi.
"Jadi bagaimana meningkatkan produktivitas, bukan ekstensifikasi, bukan perluasan lahan gitu. Menurut saya, dengan kondisi dunia saat ini melakukan perluasan lahan sawit sampai bisa bikin deforestasi itu risikonya tinggi banget," ujar Surambo.
Surambo menyebut jika Prabowo melakukan ekspansi dengan mengabaikan deforestasi, maka hal itu bisa menjatuhkan nama Indonesia di mata dunia.
"Sehingga komitmen kita atas dunia berkenaan dengan perubahan iklim yang di mana kita akan menurunkan emisi itu bisa terancam," tutur Surambo.
Jika tetap ingin perluasan lahan sawit, Surambo berpandangan pemerintah bakal mengambil lokasi yang saat ini diklaim dan dianggap masih wilayah kosong. Ia mengingatkan ada potensi konflik sosial dalam memanfaatkan lahan tersebut.
ADVERTISEMENT
"(Ekstensifikasi) ya pasti akan mengambil wilayah-wilayah yang sekarang ini diklaim sama pemerintah, dianggapnya itu masih wilayah yang kosong, padahal kalau kita ke Papua hampir semua kan itu wilayah adat. Nggak arif kalau melakukan ekspansi model begitu, kita akan mendapatkan dampak konflik sosial, yang realistis intensifikasi," ujar Surambo.
Sebelumnya, Prabowo meminta produksi perkebunan kelapa sawit dalam negeri ditingkatkan ke depannya. Ia menegaskan agar pelaku usaha tidak perlu khawatir mengenai tudingan deforestasi Uni Eropa.
"Jadi jagalah para bupati para gubernur para pejabat tentara polisi jagalah kebun kebun kelapa sawit kita di mana-mana. Itu aset negara dan saya kira ke depan kita juga harus tambah tanam kelapa sawit. Nggak usah takut apa itu namanya membahayakan deforestation," ujar Prabowo.
ADVERTISEMENT