Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Rhenald Kasali Membandingkan Pelemahan Rupiah Era Jokowi dengan 1998
21 Juli 2018 19:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali angkat bicara soal polemik pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akhir-akhir ini. Menurutnya, pelemahan rupiah saat ini di Era Presiden Jokowi tidak terlalu buruk, dibanding pada era tahun 1997-1998.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut Ia katakan setelah dirinya membandingkan pelemahan rupiah yang terjadi sejak Oktober 2014. Saat ini, rupiah telah terdepresiasi sebesar 18 persen, namun nilai tersebut masih lebih kecil dibanding pada tahun 1997-1998 pada masa orde baru yang mencapai 600 persen.
"Tapi situasi berbeda dengan situasi tahun 97-98. Karena lebih besar, 97- 98 itu dari Rp 2.500 ke Rp 16.800 jadi naiknya 600 persen, kalau sekarang baru 18 persen," ucapnya di sela-sela launching buku terbarunya The Great Shifting, di Bekasi, Sabtu (21/7).
Selain itu, pencetus Rumah Perubahan itu juga menambahkan, adanya perbedaan perbandingan antara depresiasi rupiah dengan upah buruh yang terjadi pada 1997-1998. Dahulu, saat dolar AS berada di level Rp 2.500, upah buruh Rp 172 ribu per bulan. Saat rupiah mulai melemah hingga Rp 16.800, upah buruh hanya naik Rp 20 ribu, artinya pelemahan rupiah tidak diimbangi dengan upah buruh pada waktu itu.
ADVERTISEMENT
"Artinya apa? Artinya upah buruh langsung turun dan daya beli turun saat itu, dari 69 dolar AS ya kalau kita dolarkan dengan kurs Rp 2.500 menjadi hanya 11 dolar AS, itu namanya daya beli turun," imbuh Rhenald.
"Tapi sekarang, dolarnya itu rupiah terkoreksi melemah 18 persen tetapi upah buruh sudah naik dari Rp 2,4 juta menjadi Rp 3,65 juta. Artinya (upah buruh) naik 49 persen sejak 2014. Kalau kita dolarkan, maka upah buruh tadinya 200 dolar sekarang sudah naik jadi 253 dolar, artinya masih ada surplus," jelas dia.
Lebih lanjut, Rhenald menilai, meski saat ini rupiah melemah, namun inflasi masih tergolong rendah jika mengaca pada periode 1997-1998. Saat itu, buruh dengan upah minimum hanya mampu membelanjakan kebutuhan pangan (beras) lebih kecil 1,53 persen dibanding sekarang.
ADVERTISEMENT
"Kalau dari segi jumlah beras dulu itu ketika harga Rp 2.800 orang hanya bisa beli 69 kg beras karena harga dengan upah seperti itu. Sekarang harga beras Rp 9.500, kenaikan inflasinya rendah, artinya masyarakat sekarang masih bisa beli beras 380 kg dari upah minimalnya," katanya.
"Ini kelihatannya kenaikannya besar (dolar AS) karena angkanya besar belasan ribu, dan semua bangsa mengalami, dalam situasi ini ada the looser, ada the winer, pasti ada," tutup Rhenald.
Mengutip data perdagangan Reuters, dolar AS sempat menyentuh level tertingginya di Rp 14.540, kemarin.