Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
RI Bakal Impor Beras Kalau Kementan Tak Sediakan 600 Ribu Ton dalam Seminggu!
23 November 2022 19:27 WIB
·
waktu baca 2 menitDiperbarui 7 Desember 2022 14:13 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Tadi yang disampaikan rapat DPR Komisi IV, Kementerian Pertanian akan menyanggupi membantu 600.000 ton masuk ke Bulog dalam waktu satu minggu," kata Arief ditemui pasca rapat.
Kendati begitu, Arief menegaskan bahwa penyerapan dalam negeri tetap menjadi prioritas. Adapun dari target 1,2 juta ton di Desember nanti, pasokan beras Bulog kini masih 594.856 ton.
"Tapi untuk ketersediaan apabila memang dirasakan perlu pengadaan ketersediaan dari luar negeri itu akan dilakukan," jelas Arief.
Arief menjelaskan pentingnya pasokan beras pemerintah. Pasalnya pasokan beras tersebut akan menjadi kontrol stabilitas pangan di dalam negeri. Bila memang dibutuhkan impor, Arief menegaskan itu harus dilakukan tepat waktu.
"Tidak boleh terlambat karena impor perlu waktu karena kita tidak boleh main-main dengan pangan nasional," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Alternatif Impor telah Diputuskan
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso alias Buwas menjelaskan bahwa sebelumnya telah ada rakortas yang memutuskan pemerintah mengambil opsi melakukan importasi apabila kebutuhan beras dalam negeri tidak mencukupi.
"Sekarang sudah ada izin. Kemarin di putusan rakortas sudah dicadangkan (opsinya untuk impor). Tapi untuk pelaksanaannya saya akan melihat produktivitas dalam negeri," kata Buwas.
Meski ada opsi impor, Buwas menegaskan pihaknya akan berupaya maksimal agar importasi itu tak terjadi, cukup dari produksi petani Indonesia.
Kendati begitu, sebagai antisipasi dirinya telah menjalin komunikasi dengan negara-negara luar untuk mendatangkan beras asing bisa sewaktu-waktu dibutuhkan. Adapun Buwas mengatakan, telah ada komitmen 500 ribu ton dari negara tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tapi harus cepat karena masalah angkutan, masalah kontainer, atau masalah fluktuasi harga. Itu juga berbahaya karena di beberapa negara ini juga sudah ada ketentuan larangan ekspor. Ini rawan," pungkas Buwas.