RI Banjir Impor Tekstil-Elektronik, Pelaku Industri Salahkan Permendag 8/2024

24 November 2024 18:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Truk peti kemas melintas di kawasan IPC Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Truk peti kemas melintas di kawasan IPC Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Impor tekstil dan produk tekstil (TPT) hingga elektronik makin mudah masuk ke Indonesia. Pelaku industri menilai hal tersebut akibat dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
ADVERTISEMENT
Permendag 8/2024 seringkali dituding sebagai salah satu biang permasalahan terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Permendag 8/2024 bahkan sampai membuat reaksi dari sejumlah asosiasi atau pelaku industri, hingga legislator.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wiraswatsa menyebut, soal regulasi mekanisme arus barang yang terdampak lartas impor direlaksasi, efeknya membuat importasi sejumlah komoditas manufaktur yang berpotensi mengganggu industri serat filamen menjadi makin mudah masuk ke Tanah Air.
"Apalagi aturan Permendag 8/2024 tersebut, importir tidak lagi mengurus pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), yang bertujuan melindungi industri dalam negeri," ujar Gita dalam keterangannya, Minggu (24/11).
Senada dengan Gita, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja memandang, dengan diberlakukannya pertek sebagai syarat untuk mendapatkan persetujuan impor (PI), produk pakaian jadi, produk-produk tekstil impor, dan aksesori pakaian yang tidak sesuai standar Indonesia semestinya tak bisa sembarangan masuk ke pasar domestik.
ADVERTISEMENT
"Pelaku industri elektronik dalam negeri pun turut menyatakan sikap kecewa dengan adanya relaksasi impor melalui penerbitan Permendag 8/2024" kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman.
Kondisi pabrik tekstil di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Foto: Kementerian Koperasi dan UKM
Daniel menilai, pengendalian impor sangat normal dan banyak negara melakukannya secara cerdik. Namun, dengan dihilangkan pertek ini, Indonesia kehilangan salah satu instrumen penting pengendalian impor.
Di samping itu, Sekjen Asosiasi Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan, pemerintah perlu memahami tantangan yang sedang dihadapi oleh industri dalam negeri, termasuk di sektor petrokimia.
"Apalagi, industri petrokimia merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan karena memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional," imbuh Fajar.
Sebelumnya, Fraksi PDIP DPR RI juga menyoroti aturan Permendag 8/2024 terkait pengaturan impor yang setiap bulan terus berganti. Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, Darmadi Durianto, memandang Kementerian Perdagangan (Kemendag) seperti tidak siap dalam mengeluarkan suatu kebijakan, terutama terkait pengaturan impor.
ADVERTISEMENT
Permasalahan Permendag 8/2024 ini juga disorot Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS Amin. Dia mengaku menerima keluhan dari asosiasi lantaran banyaknya barang impor murah tekstil dan produk tekstil (TPT) yang masuk ke Tanah Air, termasuk membludaknya impor TPT ilegal.
Perkumpulan Pengusaha Katup Indonesia (Hakindo) mengapresiasi perhatian Komisi VI DPR terhadap kondisi industri katup dalam negeri, khususnya terkait dampak regulasi perdagangan.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Hakindo, Patrick Tanoto, menanggapi Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan Menteri Perdagangan, pada 20 November 2024.
Dalam RDP tersebut, pembahasan mengenai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 menjadi sorotan utama. Patrick menilai, penerbitan Permendag 8/2024, yang hanya berselang dua bulan setelah pemberlakuan Permendag 36/2023, menunjukkan ketidakkonsistenan kebijakan dalam sektor perdagangan nasional.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan banyaknya protes atau keluhan dari sejumlah pelaku industri dan anggota DPR karena penerbitan Permendag 8/2024, sebaiknya pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto segera merespons cepat.
"Sebab, dengan kondisi saat ini, karena inkosistensi dari sebuah regulasi membuat kepercayaan para pelaku industri semakin menurun terhadap iklim usaha di Indonesia. Padahal, para pelaku industri berharap adanya kepastian hukum sehingga dapat menjalankan bisnis dengan baik," kata Patrick.