RI Butuh Investasi Rp 8.297 T di 2026, Pemerintah Cuma Bisa Penuhi 4,22 Persen

5 Mei 2025 14:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Suasana gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Kebutuhan investasi nasional pada tahun 2026 diperkirakan mencapai Rp 8.297,8 triliun. Namun demikian, investasi yang bisa dilakukan oleh pemerintah 4,22 persen dari total kebutuhan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dari total kebutuhan investasi tersebut, investasi masyarakat atau swasta pada 2026 diprediksi mencapai Rp 7.467,1 triliun atau berkontribusi sebanyak 89,99 persen. Sementara itu, investasi BUMN mencapai Rp 480,8 triliun atau sebanyak 5,79 persen, dan investasi pemerintah mencapai Rp 349,91 triliun atau berkontribusi sebesar 4,22 persen.
“Kalau kita breakdown ternyata investasi pemerintah hanya 4 persen, sisanya swasta dan BUMN. Inilah mengapa perlu ada koordinasi dan komunikasi dengan swasta untuk bisa mengetahui hambatan di level nasional maupun daerah,” ungkap Direktur Penyusunan APBN Kemenkeu Rovyanto Kurniawan dalam Rakorbangpus Bappenas 2025 yang diadakan secara virtual, Senin (5/5).
Menyikapi hal tersebut, pemerintah akan mengarahkan kebijakan investasi untuk menciptakan iklim yang kondusif. Sejumlah langkah telah disiapkan, termasuk deregulasi dan revisi beberapa regulasi kunci.
ADVERTISEMENT
“Memang kebijakan investasi akan diarahkan untuk membangun iklim investasi yang kondusif dengan beberapa langkah-langkah yang kita lakukan, deregulasi peraturan misalnya revisi PP 5/2021, revisi Perpres 49/2021,” jelas Rovyanto.
Adapun revisi PP 5/2021 untuk kemudahan berusaha, dan Perpres 49/2021 untuk merevisi Bidang Usaha Penanaman Modal.
Di tengah dinamika kebijakan ekonomi global, pemerintah juga akan memperkuat sektor perdagangan dengan menjajaki pasar-pasar baru sebagai bentuk antisipasi terhadap ketergantungan pada pasar konvensional.
“Kebijakan perdagangan kita juga akan mencari pasar baru, sehingga kita tidak bergantung pada pasar konvensional untuk menanggulangi atau mengatasi dampak kebijakan AS,” tambahnya.