Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
ADVERTISEMENT
Indonesia memegang mandat sebagai Chairmanhip ASEAN 2023. Salah satu yang menjadi poin penting dalam gelaran tersebut adalah terkait perubahan iklim dan komitmen negara-negara Asia Tenggara melakukan transisi energi bersih.
ADVERTISEMENT
Director Climate Unit, Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Esther Tamara, memaparkan berdasarkan The Southest Asia Climate Outlook Survey Report 2022, Indonesia menjadi salah satu negara yang dipercaya sebagai pemimpin dalam mengentas persoalan perubahan iklim di ASEAN.
"Survei ini dilakukan lebih dari 1.300 responden di 10 negara ASEAN. Dan urutan pertama adalah Singapura (53 persen) yang punya progres signifikan. Tapi faktanya Indonesia di urutan kedua (11,1 persen)," kata Tamara dalam webinar yang digelar IESR Indonesia, Selasa (16/5).
Masih dari hasil survei yang sama, disebutkan bahwa sektor yang paling bertanggung jawab atas permasalahan krisis lingkungan di ASEAN adalah dari kebijakan pemerintah (28 persen), bisnis dan industri (23,3 persen), dan masyarakat ASEAN secara individu (17,5 persen).
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Tamara menilai ASEAN menyimpan potensi yang besar dalam transisi energi bersih dan menyelesaikan persoalan iklim, terutama Indonesia dengan sumber daya alamnya yang melimpah.
"Sumber daya alam, hidro power, Indonesia dan Filipina sangat kaya akan geothermal. Sangat banyak peluang di negara ASEAN untuk menerapkan transisi neger," tutur Tamara.
Potensi EBT ASEAN Lebih dari 17 Ribu GW
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan ASEAN memiliki potensi sumber energi baru dan terbarukan (EBT) lebih dari 17.000 Gigawatt (GW) yang belum diolah.
"Kawasan ASEAN memiliki sumber energi baru dan terbarukan yang sangat besar, menurut catatan terdapat potensi 17 ribu GW untuk dapat dijadikan sebagai modal dalam mencapai target net zero emission dan pemanfaatan energi bersih," kata Arifin saat Kick-off Keketuaan Indonesia di ASEAN untuk Sektor Energi, secara virtual, Jumat (31/3).
ADVERTISEMENT
Untuk target jangka pendek, ia menargetkan energi negara-negara ASEAN akan ditingkatkan hingga 23 persen dari total bauran energi dan porsi EBT pada kapasitas pembangkit sebesar 35 persen di tahun 2025 sesuai ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC).
Sementara, untuk target jangka menengah, ia menuturkan Nationally Determined Contributions (NDCs) tahun 2030 diharapkan seluruh negara ASEAN sudah mencapai penurunan Gas Rumah Kaca. Sedangkan untuk target jangka panjang, Arifin menargetkan tercapainya Net Zero Emission (NZE) sekitar tahun 2050.
Arifin juga mendorong negara-negara ASEAN mendeklarasikan target net zero emissions (NZE) masing-masing negara dan apa saja langkah konkret yang akan dilakukan pada ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) ke-41 pada Agustus 2023.
Namun, untuk mencapai target net zero emission, negara ASEAN membutuhkan penyediaan teknologi rendah karbon berkelanjutan dan pembiayaan berbunga rendah dari berbagai sumber. Berdasarkan laporan IRENA, Arifin mengatakan ASEAN membutuhkan pembiayaan sebesar USD 29,4 triliun pada tahun 2050 untuk pelaksanaan transisi energi dengan 100 persen EBT.
ADVERTISEMENT
"Untuk itu diperlukan dukungan pendanaan dari negara maju dan juga institusi finansial global seperti gas energi partnership dan ASEAN net zero community," ungkap Arifin.