RI Jadi Basis Industri Mobil, Tapi Mayoritas Bajanya Diimpor

4 Januari 2019 17:26 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sujumlah pekerja melakukan perakitan kendaraan mobil New MINI Countryman di BMW Group Production di Jakarta, Kamis (6/9/2018). (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sujumlah pekerja melakukan perakitan kendaraan mobil New MINI Countryman di BMW Group Production di Jakarta, Kamis (6/9/2018). (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Indonesia kini sudah menjadi salah satu basis industri otomotif untuk kawasan Asia Tenggara. Namun, Indonesia masih belum mampu memenuhi sendiri kebutuhan baja untuk industri otomotif. Baja untuk bahan baku otomotif masih bergantung 100 persen dari impor.
ADVERTISEMENT
PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) saat ini belum bisa memproduksi baja untuk kebutuhan industri otomotif. Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim, mengungkapkan bahwa ada proses-proses dalam pembuatan baja untuk otomotif yang belum dapat dilakukan pihaknya.
"Di sana ada proses yang belum bisa kami buat. Ada proses PLTCM. Itu prosesnya dipanasin, itu stress-nya diatur. Itu ada spesifikasinya diatur. Itu otomotif itu konsumsinya 300.000 ton per tahun," kata Silmy saat berbincang di kantor kumparan, Jakarta, Selasa (11 Desember 2018).
Meski permintaan dari industri otomotif tak begitu besar, tapi harga baja untuk bahan baku kendaraan bermotor cukup tinggi. Karena itu, Krakatau Steel pun berupaya supaya dapat memproduksinya.
"Enggak signifikan tapi harganya cakep. Ketika bajanya ada di indonesia, bahan baku stamping enggak impor, added value ada di Indonesia. Itu yang kita kejar. Ini tantangan, kan saya belum punya produknya," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tapi tantangannya tak sampai di situ saja. Silmy menuturkan, suatu kali Krakatau Steel pernah menawarkan produk bajanya ke sebuah industri otomotif dan ditolak dengan alasan tak memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan.
Direktur Utama PT. Krakatau Steel, Silmy Karim ketika mengunjungi kantor kumparan. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT. Krakatau Steel, Silmy Karim ketika mengunjungi kantor kumparan. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Krakatau Steel lalu datang lagi dengan membawa baja yang spesifikasinya sudah disesuaikan untuk otomotif, tapi ditolak lagi. Ketiga kalinya, Krakatau Steel membawa baja yang biasa dipakai tersebut, namun disamarkan sebagai produk Krakatau Steel, dan hasilnya tetap ditolak. Intinya, pabrikan otomotif itu memang tak mau menggunakan baja dari dalam negeri meski spesifikasinya sudah sesuai.
“Senior di Krakatau Steel pernah datang ke industri otomotif Indonesia. Dia datang dengan produk Krakatau Steel, minta dicoba dulu, di-reject. Enggak bisa dipakai. Dia datang lagi nih, kedua. Ini sudah dibenerin sesuai mau dia, reject lagi. Dia kemudian ambil produk luar negeri yang yang dipakai dia (pabrik otomotif tersebut), tapi dibilang produk Krakatau Steel. Reject lagi. Kesimpulannya memang reject judulnya," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Krakatau Steel tak patah arang. Kini Krakatau Steel sedang menjajaki kerja sama dengan perusahaan asal Jepang dan Korea Selatan untuk membangun pabrik yang bisa memproduksi baja untuk otomotif.
Ditargetkan, pada 2020 Krakatau Steel sudah bisa memenuhi kebutuhan baja industri otomotif di dalam negeri.
"Kita join untuk bahan baku KNSS, kerja sama dengan kita juga, PLTCM. Ini negosiasi Januari (2019) harus selesai. Kalau salah satu enggak ada menunjukkan selera sama, ya kita deadline. Saya sudah temuin orang nomor satunya," tambahnya.
Selain untuk otomotif, Krakatau Steel juga berupaya memproduksi baja untuk rel kereta api yang saat ini masih bergantung pada impor.
"Kita lagi siapin juga. Produk rel sama produk konstruksi," tutupnya.
ADVERTISEMENT