Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
RI Melimpah Sumber Daya Kayu, HIMKI Bidik Vietnam Jadi Pasar Ekspor Baru
31 Agustus 2024 16:17 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menargetkan para pengusaha produk olahan kayu di Indonesia bisa menembus pasar ekspor baru, termasuk Vietnam.
ADVERTISEMENT
Wakil Sekretaris Jenderal HIMKI, Syahrizal Mustafa, menilai Vietnam dan Indonesia memiliki banyak kesamaan di sektor mebel dan kerajinan. Namun, menurutnya, Indonesia masih lebih unggul dari pasokan sumber daya alam.
Rizal mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan hutan terluas di dunia. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hutan Indonesia meliputi daratan seluas 125,76 hektare. Selain itu, Indonesia juga merupakan pemasok 86 persen bahan baku rotan dunia.
Meski begitu, dia mengakui bahwa keunggulan manufaktur di Vietnam adalah perkembangan teknologi yang lebih maju. Dengan begitu, dia membuka peluang adanya kolaborasi lebih lanjut dari kedua negara anggota ASEAN tersebut.
"Vietnam itu punya kekurangan, mereka enggak punya bahan baku tapi mereka punya teknologi punya pengalaman, kenapa? Karena ditopang Cina. Teknologi dan experience itu dicampurkan di Indonesia bisa ekspor ke sana," ujarnya kepada kumparan di Ho Chi Minh City, Vietnam, dikutip Sabtu (31/8).
ADVERTISEMENT
Rizal mengatakan, kolaborasi tersebut bisa terjadi melalui beberapa cara. Pertama, Vietnam bisa membangun pabrik pengolahan kayu di dekat sumber daya di Indonesia sebagai bentuk penanaman modal asing (PMA).
Pasalnya, pemerintah sudah melarang aturan ekspor bahan mentah kayu seperti jati dan rotan. Namun, Rizal menyebutkan penyerapan bahan baku di industri dalam negeri masih harus digencarkan, salah satunya dengan masuknya investor asing.
"Kita tidak boleh ekspor bahan baku, yuk tarik saja investor dari China dari Vietnam, ayo kesini pakai teknologi, kita punya bahan baku jadi kita bikin sama-sama," ungkap Rizal.
Kedua, yakni dengan kerja sama produksi komponen mebel, atau Rizal menyebutnya dengan istilah maklon. Dia mencontohkan, Indonesia bisa memproduksi komponen setengah jadi dari suatu mebel, kemudian disempurnakan di Vietnam.
ADVERTISEMENT
"Itu kan menyelamatkan tenaga kerja, resources, dan sumber daya alam kita juga termanfaatkan, dan yang ketiga yang penting adalah kita dapat devisa," tuturnya.
Di sisi lain, Rizal percaya diri bahwa kualitas mebel dan kerajinan kayu dari Indonesia tidak kalah dengan Vietnam. Dia mengaku banyak testimoni bahwa hasil kerajinan tangan orang Indonesia lebih baik dari negara lain.
Keunggulan tersebut, menurut dia, yang bisa dimanfaatkan untuk menggencarkan ekspansi pasar produk mebel dan kerajinan Indonesia ke Vietnam, dengan catatan harus bisa didukung dengan implementasi teknologi.
"Jadi kalau mau masuk ke Vietnam, masuklah pada keunggulan yang kita punya, yang mereka tidak punya. Artisan-artisan kita ini, seniman-seniman itu kenggulan kita ini bagus-bagus, sekarang tinggal seniman tadi disentuh dengan teknologi, kalau mau upscale produksi semuanya pake teknologi," ujar Rizal.
Industri Dekat Lokasi Bahan Baku
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, Rizal menjelaskan ada tantangan lain dari pengembangan industri mebel dan kerajinan di Indonesia, yakni industri yang terlalu tersentralisasi di Pulau Jawa. Padahal, kebanyakan bahan baku berada di Pulau Sumatera, Kalimantan, hingga Maluku dan Papua.
"Industri itu memang bagusnya dibuat di mana di lokasi di mana sumber bahan bakunya ada," tegasnya.
Rizal mengungkapkan, HIMKI memiliki lebih dari 2.000 anggota membutuhkan bahan baku kayu solid setidaknya 15 juta kubik per tahun dan ratusan ribu ton rotan. Sementara, Perhutani hanya bisa memenuhi 1 juta kubik kayu solid saja.
"Masih ada gap walaupun orang bilang Indonesia negara dengan hutan kedua di dunia betul, tapi hutannya itu bukan di Jawa kan? Hutannya di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Sumatera," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, dia pun berharap para investor baru yang ingin membangun pabrik olahan kayu, sebaiknya bisa dibangun di dekat bahan baku agar lebih efisien.