RI Minta Tarif Impor Rendah, Negosiasi dengan Trump Bakal Rampung 2 Bulan

18 April 2025 9:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers virtual perkembangan negosiasi dan diplomasi perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat, Jumat (18/4/2025). Foto: Dok. Tangkapan Layar Zoom
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers virtual perkembangan negosiasi dan diplomasi perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat, Jumat (18/4/2025). Foto: Dok. Tangkapan Layar Zoom
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia memberikan kabar terbaru terkait proses negosiasi penerapan tarif impor dengan Amerika Serikat (AS). Indonesia, yang akan terkena tarif impor 32 persen, meminta tarif yang lebih rendah atau setara dengan negara lain.
ADVERTISEMENT
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan didampingi oleh Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Marie Elka Pangestu.
Pemerintah telah bertemu dengan Secretary of Commerce Howard Lutnick dan US Trade Representative (USTR) Jamieson Greer. Rencananya, pekan depan Menteri Luar Negeri Sugiono akan bertemu dengan Sekretaris Luar Negeri AS Marco Rubio.
Airlangga mengatakan, respons para pejabat AS tersebut relatif cepat dan Indonesia merupakan salah satu negara yang diterima lebih awal bernegosiasi dengan AS, termasuk pula Vietnam, Jepang, dan Italia. Perundingan, kata dia, berjalan dengan hangat dan konstruktif.
"Pembahasan ini guna mendiskusikan opsi-opsi yang ada terkait kerja sama bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat, yang kita berharap situasi daripada perdagangan yang kita kembangkan bersifat adil dan berimbang," jelasnya saat konferensi pers secara virtual, Jumat (18/4).
ADVERTISEMENT
Airlangga menjelaskan, dalam pertemuan tersebut, Indonesia dan AS bersepakat melakukan langkah-langkah lanjutan dengan tim teknis baik dari USTR maupun dari Secretary of Commerce.
Selain itu, kedua negara juga sudah menyepakati kerangka acuan atau framework dari perjanjian bilateral, termasuk lingkup kemitraan perdagangan, investasi, mineral penting, dan juga terkait koridor rantai pasok yang resiliensi tinggi. Dia menyebut perundingan ini akan selesai dalam waktu 60 hari
Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Foto: Brendan Smialowski/AFP
"Hasil-hasil pertemuan tersebut akan ditindaklanjuti dengan berbagai pertemuan, bisa satu, dua, atau tiga putaran. Kami berharap dalam 60 hari kerangka tersebut bisa ditindaklanjuti dalam bentuk format perjanjian yang akan disetujui antara Indonesia dan Amerika Serikat," ungkap Airlangga.
Beberapa negosiasi yang diusulkan yakni Indonesia akan meningkatkan pembelian energi dari AS seperti LPG, minyak mentah, dan bensin (gasoline). Indonesia juga berencana meningkatkan produk agrikultur meliputi gandum, kedelai, susu kedelai, serta meningkatkan pembelian barang-barang modal dari AS.
ADVERTISEMENT
Kemudian Indonesia juga memfasilitasi perusahaan-perusahaan AS yang selama ini beroperasi di Indonesia terkait dengan perizinan dan insentif yang dapat diberikan.
"Indonesia juga menawarkan kerja sama terkait dengan mineral strategis atau critical mineral, dan juga terkait dengan mempermudah, terkait dengan prosedur daripada impor untuk produk-produk, termasuk produk hortikultura dari Amerika," ujar Airlangga.
Selanjutnya, Indonesia mendorong agar investasi dilakukan secara business to business (B2B). Indonesia juga mendorong pentingnya penguatan kerja sama di sektor pengembangan sumber daya manusia, antara lain untuk sektor pendidikan, sains, teknologi, engineering, matematika, ekonomi digital.
"Indonesia juga mengangkat terkait dengan financial services yang lebih cenderung untuk menguntungkan negara Amerika Serikat," imbuh Airlangga.
Adapun penerapan tarif impor AS kepada 75 negara ditunda sementara oleh Presiden AS Donald Trump dalam waktu 90 hari. Namun sebagai gantinya, Trump tetap menerapkan tarif impor sebesar 10 persen, termasuk ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Airlangga menyebutkan, produk ekspor utama Indonesia ke AS saat ini yakni garmen, alas kaki, tekstil, furnitur, dan udang menjadi produk-produk dengan tarif bea masuk lebih tinggi dibandingkan beberapa negara bersaing.
"Dengan berlakunya tarif selama 90 hari untuk 10 persen, maka tarif rata-rata Indonesia yang untuk khusus di tekstil, garmen ini antara 10 persen sampai dengan 37 persen, maka dengan diberlakukannya 10 persen tambahan, maka tarifnya itu menjadi 10 ditambah 10 ataupun 37 ditambah 10," jelasnya.
"Jadi ini juga menjadi concern bagi Indonesia, karena dengan tambahan 10 persen ini, ekspor kita biayanya lebih tinggi karena tambahan biaya itu diminta oleh para pembeli agar di-sharing dengan Indonesia, bukan pembelinya saja yang membayar pajak tersebut," kata Airlangga.
ADVERTISEMENT