RI Pasar Potensial untuk Terbitkan Green Bond hingga Rp 3.900 Triliun

1 Agustus 2018 17:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Investasi IFC dan OCBC NISP untuk green bond (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Investasi IFC dan OCBC NISP untuk green bond (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Indonesia menjadi pasar potensial untuk menerbitkan green bond (surat utang berbasis lingkungan) di masa depan. World Bank menaksir peluang pendanaan hijau ini mencapai USD 274 miliar atau sekitar Rp 3.945 triliun (kurs Rp 14.400) di tahun 2030.
ADVERTISEMENT
Karena itu, anggota grup World Bank yaitu International Finance Corporation (IFC) tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. CEO IFC Philippe Le Houerou mengatakan ketertarikannya itu direalisasikan dengan berinvestasi di bank swasta multinasional PT OCBC NISP.
“World Bank memperkirakan peluang potensial di Indonesia untuk pendanaan hijau sekitar USD 274 miliar di tahun 2030. Untuk mengawalinya, kita investasi ke OCBC NISP,” kata dia saat ditemui di kantornya di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (1/8).
Dalam kerja sama dengan OCBC, Philippe mengucurkan USD 150 juta atau sekitar Rp 2,1 triliun dengan tenor 5 tahun. Dia mengatakan, setelah melakukan tanda tangan dengan OCBC, pihaknya akan terus melakukan kerja sama dengan bank-bank di Indonesia lainnya.
ADVERTISEMENT
Green market ini kita bekerja dengan pembuat aturan seperti OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan bank-bank yang ada di Indonesia. USD 150 juta ini adalah angka pertama yang dikeluarkan. Kita akan lakukan kerja sama dengan bank-bank lainnya,” jelasnya.
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Dia bercerita, tidak mudah untuk bisa menawarkan green bond di Indonesia. Awalnya, Indonesia masih belum tertarik dengan investasi jenis ini. Tapi Philippe meyakinkan bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat potensial untuk melalukan perbaikan di sektor lingkungan dan perubahan iklim.
Setidaknya ada delapan fokus IFC dalam pendanaan hijau ini, yaitu efisiensi energi, transportasi, dan gedung hijau. Lalu pada polusi udara, lingkungan hijau, manufaktur, agrikultur, dan recycle. Untuk bisa mewujudkan itu, pasti Indonesia membutuhkan dana yang besar.
ADVERTISEMENT
“Ini perjalan yang panjang memulianya dua tahun lalu dengan bank-bank di Indonesia. Saat itu mereka bilang tidak membutuhkan green building dan green asset. Tapi setelah didiskusikan, ini penting. Indonesia membutuhkan banyak dana untuk sektor green,” kata Philippe.
Philippe bilang, mereka akan fokus memberikan pendanaan green bond ke negara di ASEAN. Dia bilang, selain Indonesia, ada juga Thailand dan Filipina yang juga potensial dengan green bond tapi Indonesia dianggap paling potensial sebab pemerintah juga sudah membuat sukuk green bond sebelumnya.
IFC bilang, ke depannya akan membuat sertifikat green building untuk menjadi salah satu ukuran dari proyek ini.
“Kita juga tertarik untuk berkeja sama dengan bank lain dan bikin sertifikat green building sehingga mereka bisa megukur berapa investasi selanjutnya di green economy ini,” tandasnya.
ADVERTISEMENT