RI Persiapkan Nuklir untuk Ketahanan Pangan, Dari Mulai Padi hingga Seafood

30 November 2020 11:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani memanen padi menggunakan mesin potong padi modern di areal persawahan Indrapuri, Aceh Besar, Aceh. Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
zoom-in-whitePerbesar
Petani memanen padi menggunakan mesin potong padi modern di areal persawahan Indrapuri, Aceh Besar, Aceh. Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
ADVERTISEMENT
Apa yang dipikirkan saat mendengar kata nuklir? Mungkin bahan peledak atau senjata buat perang. Namun, perkembangan itu pengetahuan dan teknologi, nuklir disebut memiliki fungsi bermanfaat bagi manusia.
ADVERTISEMENT
Dilansir Antara, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Anhar Riza Antariksawan, mengatakan nuklir juga memiliki manfaat bagi teknologi pangan dan kesehatan.
Untuk di bidang pangan, Anhar mengatakan teknologi nuklir bisa membuat produk pangan ekspor menjadi lebih tahan lama. Sehingga, nilai ekonomi bisa meningkat dengan tetap memiliki standar aman untuk dikonsumsi.
Misalnya saja untuk jenis makanan laut, yang tidak tahan lama dibandingkan jenis makanan lainnya, dengan radiasi dapat dihilangkan bakterinya sehingga bisa tahan lama.
"Penerapan sistem radiasi makanan tersebut sudah banyak dan terbukti diaplikasikan oleh banyak perusahaan makanan di industri pengolahan," kata Anhar.
Menurut Anhar, selama teknologi nuklir diselenggarakan secara saksama, keamanan dan keselamatan dapat terjamin. Pemanfaatan teknologi nuklir dirasakan petani milenial asal Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, Eksan Hartanto.
ADVERTISEMENT
Jenis padi legendaris “Rojo Lele” ternyata bisa dibangkitkan kembali bibitnya melalui sistem iradiasi pangan.
Pendiri Sanggar Rojo Lele tersebut mengaku ingin menanam kembali padi jenis Rojo Lele di area persawahan di kampungnya. Namun, benih yang berkualitas sulit di dapat.
Berkat adanya penelitian bertahun-tahun dari BATAN, bibit Rojo Lele berkualitas kembali dilahirkan dengan varietas turunan yang lebih bagus.
Tahun ini, Sanggar Rojolele dilirik oleh UPTD Pertanian Kecamatan Delanggu dan Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Klaten untuk bekerja sama dalam uji coba penanaman padi Rojolele varietas baru, Srinar dan Srinuk, yang diluncurkan oleh BATAN pada 2019.
Melibatkan sekitar 15 orang petani untuk menggarap lahan seluas 4 hektar, penanaman kembali padi Rojolele setelah sekian puluh tahun tidak ditanam di Delanggu selaras dengan harapan Sanggar Rojolele, yaitu mengembalikan nostalgia para petani Delanggu sebagai penghasil beras premium Rojolele.
ADVERTISEMENT
Sanggar Rojolele juga bermaksud memanfaatkan momentum ini sebagai pintu masuk program penguatan tani, utamanya pembentukan koperasi dan inovasi pertanian.
Ilustrasi tanaman padi Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Semangat petani di daerahnya dalam menanam padi sempat menurun kata Eksan, namun dengan adanya penemuan baru ini, ia menjelaskan ada harapan baru bagi desanya untuk melahirkan kembali icon beras kebanggaan.
Kendala masih dihadapi dalam proses penelitian iradiasi pangan ini, di antaranya Sanggar Rojolele maupun Kelompok Tani Desa Delanggu belum memiliki alat produksi pascapanen mandiri. Sehingga ketika hasil panen dijual ke tengkulak atau penebas, hasilnya akan sama saja ketika menanam padi varietas biasa.
Alat-alat yang diperlukan untuk memproses secara mandiri antara lain mesin penggiling gabah, mesin selep padi menjadi beras, mesin pengemasan (kemasan karung atau mesin vakum, alat transportasi angkut hasil panen, dan tempat selepan untuk mengelola hasil produksi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Sanggar Rojolele dan Kelompok Tani Desa Delanggu belum mendapatkan rekanan kerja yang bersedia membeli beras Rojolele tersebut. Kemudian, Sanggar Rojolele ataupun Kelompok Tani Desa Delanggu belum memiliki izin dagang hasil panennya sendiri.
Apabila hasil penelitian bibit iradiasi tersebut berhasil, maka kemudahan dari penanaman padi akan tercapai. Misalnya masa panen akan lebih singkat, dan hasil padi akan lebih banyak.
Keuntungan petani juga akan lebih melimpah jika hasil panen dapat maksimal, sehingga padi legendaris “Rojo Lele” dapat berjaya kembali sebagai produk unggulan agraris.