RI Punya Bursa CPO, Bisa Dorong Harga TBS Petani Sawit?

20 Oktober 2023 16:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Yogie Hizkia/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Yogie Hizkia/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia kini memiliki Bursa CPO, Kementerian Perdagangan menargetkan dari bursa ini harga referensi CPO Indonesia bisa terbentuk.
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, Didid Noordiatmoko, mengatakan harga referensi ini selain bisa digunakan sebagai dasar acuan harga ekspor CPO juga bisa menjadi dasar penentuan harga TBS petani sawit.
Meski bursa sudah ada, tidak serta merta harga referensi CPO akan terbentuk. Didid mengatakan hal ini butuh waktu, dan pihaknya menargetkan pada triwulan I 2024 harga referensi CPO bisa terbentuk.
"Di sisi hukum yang menentukan harga TBS Kementerian Pertanian. Ini (harga referensi) kami jual (ajukan) ke Kementan, kami yakinkan ke Kementan ini harga kredibel sehingga bisa ditarik ke harga TBS," kata Didid di Kantor ICDX, Jumat (20/10).
Adapun mekanisme penetapan harga TBS diatur di Permentan 01/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Produksi Pekebun. Di pasal 6 (1) disebut bahwa Harga Pembelian TBS Produksi Pekebun ditetapkan oleh Gubernur. Dalam mekanismenya, yang diatur dalam pasal 6 ayat 2 menyebut bahwa Gubernur dalam menetapkan harga pembelian TBS produksi Pekebun dibantu oleh tim penetapan harga pembelian TBS. Dengan demikian, penetapan harga TBS tetap menjadi wewenang pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
"Kami hanya mengeluarkan price reference, pemerintah daerah silakan menggunakan apa, tapi harapannya menggunakan ini. Tapi kami enggak paksa. Ini harga yang fair dari perdagangan yang fair," kata Didid.
Didid Noordiatmoko di Trade Expo Indonesia (TEI) 2023 di ICE BSD, Tangerang pada Kamis (19/10/2023). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Sementara Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menyambut baik hadirnya Bursa CPO. Ketua Umum DPP APKASINDO, Gulat ME Manurung berharap harga TBS yang mengacu pada bursa CPO Indonesia sekaligus akan meningkatkan kesejahteraan petani sawit.
"Target yang kami harapkan dari sisi petani sawit adalah sangat sederhana yaitu harga TBS yang sebenar-benarnya. Karena selama ini harga TBS yang terbentuk selalu satu arah yaitu dari harga tender CPO KPBN lalu diterjemahkan para pemilik PKS," kata Gulat kepada kumparan.
Gulat menjelaskan, pemilik PKS ini ada dua tipelogi, yakni PKS tanpa kebun dan kedua adalah PKS yang memiliki kebun dan plasma. Mayoritas PKS di Indonesia adalah PKS tanpa kebun (74 persen) dan petani sawit sangat tergantung ke PKS tipe ini.
Ketua Apkasindo, Gulat Manurung, pada Rakornas Kelapa Sawit Nasional di Hotel Pullman Central Park, Jakarta, Senin (27/2/2023). Foto: Nabil Ghazi Jahja/kumparan
"Alasan PKS tipe ini membeli TBS petani swadaya (luasnya 6,87 juta hektar) dengan harga murah adalah karena CPO-nya dibeli oleh pembeli CPO dengan harga murah. Nah dengan adanya bursa ini semua akan ketahuan siapa yang maruk (mau untung besar) karena harga CPO bisa langsung ketahuan di bursa," kata Gulat.
ADVERTISEMENT
Apalagi, harga TBS petani pada 2 tahun terakhir, khususnya pasca larangan ekspor oleh Presiden Jokowi kala itu sangat berfluaktif. Harga TBS petani dalam 6 bulan terakhir hanya berkisar Rp 1.450-2.400 per kg TBS, sementara modal per 1 kg TBS sudah mencapai Rp 1.850-2.150 per kg TBS.
Gulat melihat, harga yang rendah itu dibanderol justru ketika harga CPO dunia baik-baik saja. Jika merujuk ke Harga CPO global pada 6 bulan terakhir, menurutnya seharusnya harga CPO domestik mencapai Rp14.000 per kg.
"Tapi hasil tender CPO KPBN selalu rendah yaitu berkisar Rp 9.500-10.500 per kg CPO dan hal ini mengapa harga TBS petani selalu dibandrol dengan murah. Tentu wajar kami petani berharap banyak dengan Bursa CPO ini," pungkas Gulat.
ADVERTISEMENT