Rini Soemarno: Harga BBM Tak Naik Bukan karena Kepentingan Politik

27 September 2018 8:21 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SPBU Pertamina di Kawasan Jakarta Selatan. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
SPBU Pertamina di Kawasan Jakarta Selatan. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
ADVERTISEMENT
Harga minyak dunia telah tembus USD 80 per barel atau tertinggi dalam empat tahun, namun pemerintah berkeras tak akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) setidaknya hingga akhir 2018 ini.
ADVERTISEMENT
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, menegaskan keputusan tak menaikkan harga BBM itu bukan dipengaruhi oleh pertimbangan politik.
"Dalam beberapa kesempatan Pak Presiden sudah bilang, kalau (BBM) perlu dinaikkan, naikkan saja," kata Rini dalam pertemuan dengan pimpinan media, di Kantor Pusat Bank BNI di Jakarta, Rabu (26/9) malam.
Menurutnya, Pertamina sudah punya perhitungan bisnis, yang sampai pada kesimpulan tidak perlu menaikkan harga BBM khususnya Premium. Jadi, kata Rini, kebijakan itu tak berhubungan dengan kepentingan politik.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, menjelaskan kalau harga Premium dinaikkan, maka tak bisa lagi dijangkau oleh kelompok masyarakat miskin yang selama ini masih menggunakannya.
"Kita sudah survei, berapa sih pengeluaran setiap keluarga untuk beli BBM? Itu maksimal 4,5 persen dari pendapatannya per bulan. Nah kalau di keluarga yang kelompok ekonominya paling rendah, udah enggak bisa naik lagi dari 4,5 persen," jelasnya.
Menteri BUMN, Rini Soemarno (kedua dari kiri), bersama sejumlah pejabat BUMN dalam pertemuan dengan pimpinan media di Kantor Pusat Bank BNI di Jakarta, Rabu (26/9). (Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri BUMN, Rini Soemarno (kedua dari kiri), bersama sejumlah pejabat BUMN dalam pertemuan dengan pimpinan media di Kantor Pusat Bank BNI di Jakarta, Rabu (26/9). (Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan)
Survei yang dilakukan Pertamina mengungkapkan, dari berbagai jenis BBM yang dijual BUMN migas itu konsumsi Premium rata-rata mencapai 32 persen. Sedangkan Pertalite 51 persen, dan sisanya jenis BBM lain.
ADVERTISEMENT
Menurut Nicke, dari 32 persen pembeli Premium, 6 persen di antaranya merupakan kelompok masyarakat dengan upah rata-rata hanya Rp 1,5 juta per bulan. " Kita asumsikan mereka beli Premium 16 liter per bulan untuk motor. Kalau harga Premium dinaikkan, enggak sanggup lagi mereka beli. Tadinya Pertamina mau nambah revenue, yang ada malah keributan," tutur Nicke.
Sedangkan pengguna Premium selebihnya, lanjut dia, 22 persen adalah kelompok masyarakat menengah dengan upah minimal Rp 3 juta. Sementara 4 persen sisanya punya penghasilan di atas itu.
Kepada kelompok masyarakat tersebut, Pertamina mendorong mereka untuk beralih ke Pertalite atau Pertamax/Pertamax Turbo. Pertamina menggelar promo melalui program 'Pertamina Energi Berkah' sebagai gimmick agar mereka tak lagi menggunakan Premium.
ADVERTISEMENT
"Nah setelah sebulan program promo digelar,dari total 32 persen pengguna Premium, sudah 20 persen yang beralih. Jadi 7 persen pindah ke Pertalite, 7 persen ke Pertamax, sisanya ada yang ke Pertamax Turbo," imbuh Nicke.
Dia menilai, kelompok masyarakat itu punya kemampuan membeli BBM dengan harga lebih tinggi. Hanya saja selama ini lebih memilih yang murah.
Pertamina, kata Nicke, juga melakukan edukasi dengan menjelaskan bahwa Premium tidak ramah lingkungan. Selain itu secara jangka panjang juga tidak efisien buat mesin kendaraan.