Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Laporan terbaru yang dikeluarkan perusahaan konsultan global bidang SDM dan organisasi, Korn Ferry (NYSE: KFY) yang berjudul "Reward in Asia Pacific Chemical Sector 2019", mengungkapkan soal gaji pokok industri kimia di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan tersebut, ternyata gaji pokok pada industri kimia di Indonesia 25 persen lebih tinggi dibandingkan industri pada umumnya. Hal tersebut disebabkan kurangnya tenaga ahli yang jumlahnya signifikan.
"Gaji pokok pada industri kimia di Indonesia 25 persen lebih tinggi dibandingkan industri pada umumnya akibat kurangnya tenaga ahli yang jumlahnya signifikan," demikian dikutip dari laporan tersebut, Rabu (21/8).
Sebelumnya, Korn Ferry juga mengeluarkan laporan berjudul "Global Talent Crunch" yang mengungkapkan lima negara di Asia Pasifik dengan kekurangan tenaga kerja ahli paling signifikan, yaitu Hong Kong, Australia, Jepang, Singapura, dan Indonesia.
Hal tersebut menunjukkan dari semua negara dalam penelitian, Indonesia diperkirakan mengalami kekurangan tenaga kerja ahli paling signifikan di seluruh sektor industri hampir 18 juta orang pada tahun 2030 karena kesenjangan persediaan tenaga kerja ahli muda dan kebutuhan industri.
ADVERTISEMENT
Adapun industri kimia di Indonesia merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dan mendukung kegiatan manufaktur utama dalam industri makanan dan minuman, otomotif, tekstil, farmasi, dan elektronik.
Industri kimia juga merupakan penyedia solusi yang penting untuk berbagai tantangan global seperti perubahan iklim, pertumbuhan populasi dan degradasi lingkungan.
"Industri kimia di Indonesia yang sedang berkembang menghadapi tantangan terkait permintaan tenaga kerja dengan keahlian yang tepat," kata Chairman & Managing Director Korn Ferry Indonesia, Satya Radjasa.
Menurut dia, kebutuhan pada industri adalah para profesional dengan keahlian industri yang tepat.
Dalam studi terbarunya mengenai sumber daya manusia dalam industri kimia di wilayah Asia Pasifik menunjukkan lebih dari setengah perusahaan kimia di Asia Pasifik kekurangan insinyur dan tenaga ahli bidang quality assurance.
ADVERTISEMENT
"Sementara itu lebih dari 40 persen perusahaan kesulitan merekrut tenaga ahli bidang Research & Development (R&D) dan bidang produksi," katanya.
Khusus untuk Indonesia, hal ini menyebabkan proyeksi gaji pokok pada industri kimia di Indonesia meningkat 8,3 persen pada 2019 dibandingkan industri pada umumnya.
"Angka ini juga merupakan yang tertinggi kedua di kawasan Asia Pasifik setelah India yang diproyeksikan sebesar 9,8 persen," ujarnya.
Satya mengatakan, dengan peranan industri kimia yang penting bagi Indonesia dan negara-negara ASEAN yang berpopulasi lebih dari 600 juta jiwa, studi ini dapat membawa angin segar bagi industri kimia di Indonesia.
Berdasarkan data Cefic Chemdata International 2018, penjualan bahan kimia Indonesia pada 2017 mencapai Euro 43 miliar (IDR 693 triliun). Jumlah ini kurang dari 2 persen dari penjualan bahan kimia global yang mencapai Euro 3.475 miliar.
ADVERTISEMENT
"Kuncinya adalah mengatasi ketergantungan terhadap bahan baku impor yang terkait erat dengan efektivitas biaya maupun merekrut lebih banyak para profesional yang inovatif untuk memenuhi kebutuhan industri yang terus meningkat," katanya.
Tidaklah mengherankan, industri kimia telah diprioritaskan oleh pemerintah. Kementerian Perindustrian Indonesia telah mengidentifikasi sektor kimia salah satu dari lima sektor prioritas dalam road map "Making Indonesia 4.0".
Salah satu upaya untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten meliputi kerja sama Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Industri Petrokimia Indonesia dalam menyiapkan tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan industri kimia.