Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Riset UI: Subsidi PSO Bikin Arus Kas BUMN Terganggu dan Tak Efisien
6 Oktober 2021 19:18 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hal tersebut berdasarkan kajian dari Lembaga Manajemen FEB UI terhadap PSO ke BUMN. Ada dua BUMN yang disoroti yaitu PT Pelni dan PT Pupuk Indonesia.
Risk Manajemen Expert Lembaga Manajemen FEB UI, Arza Faldy, mengungkapkan tantangan pelaksanaan PSO yang dihadapi Pelni adalah terkait mekanisme perhitungan. Menurutnya, konsep biaya dan margin 10 persen tidak mendorong efisiensi dan menyebabkan aspek komersial menjadi stagnan.
"PSO ini kan di HPP-nya ada margin 10 persen. Nah margin 10 persen ini kami lihat tidak bisa men-drive perusahaan PT Pelni lebih efisien. Bisa dibilang aspek komersial di perusahaan cukup stagnan," kata Arza saat konferensi pers secara virtual, Rabu (6/10).
Arza mengharapkan margin 10 persen bisa dievaluasi. Selain itu, tantangan Pelni dalam pelaksanaan PSO ini adalah mekanisme pencairan. Ia mengatakan proses pencairan secara piutang juga mempengaruhi cashflow.
ADVERTISEMENT
Dalam proses pencairan PSO di Pelni harus melewati prosedur mulai penagihan setiap bulannya, verifikasi oleh Kemenhub, verifikasi jumlah penagihan oleh BUMN, maksimal pencairan 90 persen dari verifikasi, lalu audit oleh BPK.
"Karena proporsi pendapatan pada Pelni masih didominasi oleh pendanaan PSO, akibatnya cashflow perusahaan sangat memiliki ketergantungan terhadap pencairan dana PSO," ujar Arza.
Tantangan berikutnya adalah saat monitoring dan evaluasi PSO. Arza menjelaskan mayoritas PSO untuk penugasan dan misi sosial. Namun penilaian yang digunakan menekankan pada aspek komersial.
Sementara itu, Public Policy Expert Lembaga Manajemen FEB UI, As Syahidah Al Haq, mengungkapkan tantangan pelaksanaan PSO di Pupuk Indonesia adalah distribusi pupuk. Ia mengungkapkan kebijakan ada yang di luar kontrol Pupuk Indonesia sehingga membutuhkan koordinasi antar pemangku kepentingan.
Kondisi tersebut membuat ada permasalahan pada data di lapangan. Perbedaan data atau gap besar bakal berdampak pada distribusi di level kios.
ADVERTISEMENT
"Masih terdapat gap yang cukup besar antara jumlah yang disalurkan dengan permintaan, gap yang tinggi ini kemudian dipenuhi melalui penjualan pupuk dengan harga komersial melalui produsen swasta," terang Syahidah.
Syahidah menuturkan, tantangan berikutnya sama yang dialami oleh Pelni yaitu mekanisme pencairan yang mempengaruhi cashflow perseroan. Pembayaran oleh pemerintah setiap bulan maksimal 90 persen. Menurutnya audit BPK pada akhir tahun menunjukkan kurang atau lebih bayar pada PSO.
"Tingginya piutang pada BUMN menyebabkan cashflow BUMN terganggu, BUMN melakukan pinjaman kepada bank dengan bunga yang tinggi," tutur Syahidah.