Rokok Akan Disamakan dengan Narkotika Dinilai Bisa Rugikan Petani Tembakau

22 April 2023 14:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja mengenakan sarung tangan dan masker saat melinting rokok sigaret kretek tangan di pabrik rokok PT Digjaya Mulia Abadi (DMA) di Jawa Timur. Foto: SISWOWIDODO/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja mengenakan sarung tangan dan masker saat melinting rokok sigaret kretek tangan di pabrik rokok PT Digjaya Mulia Abadi (DMA) di Jawa Timur. Foto: SISWOWIDODO/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pemerintah tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Rencana ini menuai kontra karena menyamakan produk hasil tembakau atau rokok dengan narkotika.
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 154 ayat (3) disebutkan bahwa zat adiktif dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Azizi Hasbullah, menilai RUU tersebut dapat menimbulkan polemik. Pasal terkait zat adiktif ini dinilai dapat mengancam mata pencaharian di sektor tembakau yang mayoritas adalah warga NU.
Ia mengatakan, upaya menyamakan tembakau dengan narkoba merupakan tindakan diskriminatif yang dapat merugikan masyarakat yang bekerja di sektor tembakau, termasuk petani. Hilangnya mata pencaharian di sektor tembakau dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat di kota dan di daerah dan berpotensi mengganggu keamanan negara.
“Pemerintah harus peduli dan mempertimbangkan kerugian petani tembakau dan perokok. Kalau sudah urusannya ekonomi, manusia itu sulit dikendalikan. Perkuatlah ekonomi dengan pertanian tembakau agar kehidupan masyarakat sejahtera. Membela ekonomi dan petani tembakau itu termasuk jihad ekonomi,” ujar Azizi dalam Youtube P3M: FGD RUU Kesehatan Nasib Petani dan Industri Tembakau, Sabtu (22/4).
ADVERTISEMENT
Azizi juga menjelaskan, pelarangan narkoba dalam pandangan agama Islam adalah karena kandungannya bersifat memabukkan, dapat menghilangkan kesadaran, dan berpotensi menimbulkan permusuhan. “Selama ini saya tidak pernah melihat kalau ada orang yang mabuk karena rokok, bermusuhan karena rokok, atau saling membenci karena rokok.” tegasnya.
Menurut Azizi, rokok yang disejajarkan dengan narkoba justru akan mengganggu keamanan negara karena masyarakat akan memilih rokok ilegal secara sembunyi-sembunyi. “Selanjutnya akan marak rokok ilegal karena yang legal tidak terjangkau oleh masyarakat,” kata dia.
“Jangan sampai dalam masalah tembakau, dengan aturan yang ketat, akhirnya malah petani tembakau yang menjadi korban. Yang mengalami kesulitan adalah petani," tambahnya.
Ketua Umum Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP-RTMM), Sudarto, mengatakan aturan tersebut mengancam keberlangsungan industri rokok. Sehingga ia khawatir, hal ini juga akan berimbas ke para petani, yang selama ini menyuplai bahan baku ke pabrik rokok.
ADVERTISEMENT
“Buruh di pabrik rokok itu, penerimaan upahnya berdasarkan satuan hasil. Kalau pasarnya turun, penghasilannya juga pasti akan turun. Tentu ini akan sangat memberatkan para pekerja di sektor ini.” ujar Sudarto.
Sekjen Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono, menilai memposisikan tembakau sejajar dengan kelompok narkotika dan psikotropika rentan mengancam keberlangsungan ekosistem pertembakauan.
“Sejak awal elemen ekosistem pertembakauan sebagai bagian dari masyarakat tidak diakomodirnya suaranya untuk memberikan masukan terkait RUU Kesehatan tersebut. RUU Kesehatan ini dibuat dengan sangat eksesif dan diskriminatif terhadap elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan,” ujar Hananto