Rosan: Target Investasi RI di 2025 Capai Rp 1.950 Triliun, 2026 Rp 2.200 Triliun

30 November 2024 12:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rosan Roeslani tiba di kediaman Presiden terpilih Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rosan Roeslani tiba di kediaman Presiden terpilih Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Foto: Abid Raihan/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, mengungkapkan target investasi di Tanah Air dalam dua tahun mendatang meningkat jika dibandingkan dengan tahun ini.
ADVERTISEMENT
Rosan mengatakan, tahun ini target investasi senilai Rp 1.650 triliun. Sedangkan di tahun 2025, targetnya Rp 1.950 triliun dan meningkat lagi di 2026 yakni Rp 2.200 triliun.
"Target investasi kita memang meningkat dibandingkan pada tahun ini kurang lebih Rp 1.650 triliun, tahun depan memang ditargetkan menjadi Rp1.950 triliun juga gitu ya dan tahun depannya juga ditargetkan lebih meningkat lagi menjadi Rp 2.200 triliun," kata Rosan usai acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, dikutip pada Sabtu (30/11).
Rosan menjelaskan pihaknya telah menyiapkan berbagai langkah untuk bisa mencapai target investasi selama dua tahun mendatang.
"Jadi memang kita sudah mengantisipasi itu dan langkah-langkah yang kita lakukan baik dari segi kebijakan, dari segi regulasi dan policy sudah kita fokuskan untuk meningkatkan target investasi," ujar Rosan.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Rosan mengakui ada sejumlah tantangan yang dihadapi untuk bisa mengejar target investasi tersebut. Seperti geopolitik yang semakin meningkat dan adanya geoekonomi. Rosan menilai adanya tensi dari dua negara dengan nilai ekonomi yang besar yaitu Amerika Sertikat dan China bisa menguntungkan bagi Indonesia.
"Itu tetap ada peluang justru makin besar pada saat mereka harus relokasi pabriknya. Nah oleh sebabnya kita juga harus proaktif ya berbicara dengan pihak-pihak gitu karena kalau dulu, beberapa tahun yang lalu pada saat tension itu meningkat Indonesia bukan penerima manfaat yang paling besar di negara ASEAN dan justru kita hanya nomor 4 atau nomor 5 dari relokasi pabrik-pabrik yang ada di dunia," tutur Rosan.