Rumah Murah yang Tak Berpenghuni

18 Agustus 2019 9:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi meninjau rumah tapak murah di Cikarang. Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi meninjau rumah tapak murah di Cikarang. Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan
ADVERTISEMENT
KementerIan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menjalankan program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau rumah subsidi. Program itu diperuntukkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tidak memiliki rumah.
ADVERTISEMENT
Sejak 2010 hingga 13 Agustus 2019, pemerintah telah menyalurkan 629 ribu rumah subsidi dengan anggaran Rp 41 triliun.
Namun, rumah tersebut saat ini banyak yang tidak berpenghuni. Padahal, salah satu kewajiban pemilik rumah subsidi ialah menghuni rumah tersebut.
“FLPP ini kan buat yang tidak punya rumah. Kalau tidak dihuni berarti ada masalah,” kata Pelaksana Tugas Direktur Utama Pusat Pengelola Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian PUPR, Monhilal kepada kumparan.
Monhilal mengungkapkan, berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev), sejak 2010 pihaknya telah menyurati 3.000 pemilik rumah subsidi yang tak menghuni rumahnya. Tujuannya yakni agar rumah subsidi itu tak terbengkalai.
Monhilal menganggap, rumah yang tak dihuni itu disebabkan oleh beberapa faktor. Entah pemiliknya masih menghuni rumah sebelumnya karena fasilitas umum belum terbangun baik hingga dipindahtugaskan kerja.
ADVERTISEMENT
“Itu hasil monev sekitar 3.000-an. Tapi biasanya setelah kita mengirim surat, mereka langsung menghuni. Ya enggak apa-apa, tujuannya agar rumah itu tidak terbengkalai,” papar Monhilal.
Namun, dia menegaskan, jika penerima rumah subsidi menjual rumahnya ke pihak lain, pihaknya tidak akan mentolerir. Adapun hukuman bagi tindakan itu yakni mencabut subsidi dan fasilitas yang diberikan pemerintah.
“Yang paling fatal dialih-tangankan, kalau terbukti langsung kita putus subsidinya. Kalau dihuni orang tuanya atau saudara, kami masih beri toleransi,” katanya.
Berdasarkan aturan yang berlaku, pemilik rumah subsidi wajib menghuni rumah yang dibeli sebagai tempat tinggal. Lalu rumah itu tak boleh disewakan atau dialihkan kepemilikan, kecuali meninggal dunia atau pindah kerja ke daerah lain.
Selain itu, pemerintah juga tidak memperbolehkan jika rumah subsidi dipakai sebagai instrumen investasi.
ADVERTISEMENT
“Ya jelas tidak boleh kalau sebagai investasi, rumah subsidi ini kan memang wajib dihuni, buat MBR yang tidak memiliki rumah,” tegas Monhilal.
Eks Direktur Utama PPDPP, Budi Hartono pernah angkat suara mengenai permasalahan ini. Ia mengungkapkan bahwa selama 2018, terdapat 10 rumah subsidi yang subsidinya dicabut karena hunian tersebut tidak ditempati.
“Sesuai peraturan, maksimal setahun setelah akad sudah harus ditempati dan tidak boleh disewakan. Yang dicabut ada 10," katanya.
Rumah murah di Cikarang, Bekasi Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
Budi mengaku kalau pihaknya rutin melakukan monitoring ke perumahan yang disubsidi pemerintah. Adapun pencabutan KPR Bersubsidi dilakukan ketika penghuni tak mengindahkan 2 surat teguran.
Lebih lanjut, Budi menjelaskan dalam KPR Bersubsidi, masyarakat hanya dikenakan bunga flat 5 persen dengan tenor hingga 20 tahun, memperoleh bantuan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan uang muka bisa 1 persen.
ADVERTISEMENT
"Dalam pengawasan kami tidak hanya mengecek rumah itu dihuni sendiri atau tidak, tapi juga kami melakukan verifikasi data penghuni. Seperti penghasilannya sekarang berapa, sudah memiliki rumah sebelumnya atau tidak. Kalau melanggar ya cabut," ucapnya.
Sementara itu, Senior Urban Economist World Bank, Marcus Lee mengungkapkan, salah satu alasan rumah subsidi bagi MBR tingkat penghunian tidak maksimal karena lokasinya yang tidak strategis dengan tempat kerja. Biasanya rumah subsidi memang terletak jauh dari pusat kota.
"Mengingat hal seperti waktu dan jarak tempuh harus dipertaruhkan," tegas Marcus.