Rupiah Keok ke Rp 16.900, Perbankan RI Masih Kuat?

23 Maret 2020 10:26 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karyawan menghitung uang dolar AS. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Karyawan menghitung uang dolar AS. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Nilai tukar rupiah hari ini tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan nilai kurs rupiah saat ini mendekati posisi terendahnya pada krisis 1998. Pada Juni 1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada titik terendahnya di level Rp 16.950.
ADVERTISEMENT
Mengutip data Financial Times, Senin (23/3), nilai tukar rupiah hari ini pada pukul 10.00 WIB bergerak tertekan di Rp 16.550,00 terhadap dolar AS atau melemah 650,00 poin (4,09 persen). Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia (JISDOR) berada di posisi Rp 16.608 pada posisi 23 Maret 2020.
Sementara itu, dalam transaksi konvensional di perbankan tanah air, sudah ada yang menjual dolar AS di posisi Rp 16.900.
Lantas seberapa kuat sektor keuangan seperti perbankan di Indonesia menghadapi pelemahan mata uang rupiah? Apalagi menurut catatan Bank Indonesia (BI), total utang luar negeri sektor perbankan Tanah Air mencapai USD 35,196 miliar pada 2019.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan uji ketahanan atau stress test pada perbankan. Stress test dilakukan pada tahun 2018. Salah satunya terkait nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di level Rp 20.000. Hasilnya, industri perbankan masih kuat ketika diuji hingga kurs rupiah terhadap dolar AS di level Rp 20.000.
ADVERTISEMENT
Selain itu, perbankan tersebut tetap menunjukkan permodalan (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang cukup kuat walaupun dilakukan dengan berbagai macam metodologi.
"Stress test ini permodalan perbankan relatif tinggi dengan negara lain. Stress test kita cara metodologi tetap kuat 22 persen dengan berbagai skenario. Nilai tukar berapa pun enggak berdampak ke permodalan perbankan," ujar Wimboh di Gedung BI, Jakarta, Senin (30/4/2018).
Ketua OJK Wimboh Santoso di acara pembukaan perdagangan saham awal tahun 2020 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Dia juga menjelaskan, OJK juga melakukan stress test terkait surat berharga perbankan jika imbal hasil atau yield naik tinggi dan surat berharga turun. Menurutnya, hal ini tak berdampak signifikan ke surat berharga perbankan.
"Likuiditas aman bahkan overliquid. Ini mendukung pertumbuhan kredit hingga 20 persen, ini pertumbuhan kredit bisa 15-20 persen. Selanjutnya stress test surat berharga yield naik, surat utang turun, ternyata yield enggak masalah," kata Wimboh.
ADVERTISEMENT

Redam Anjloknya Rupiah, BI Klaim Telah Guyur Rp 195 T

Bank Indonesia (BI) terus berupaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan pasar keuangan. Untuk itu, demi menjaga nilai tukar rupiah, salah satu kiat yang dilakukan BI adalah dengan ikut memborong Surat Berharga Negara (SBN) sejak awal 2020. Tak tanggung-tanggung, nilainya pun cukup besar. Sampai 18 Maret 2020, bank sentral telah melakukan operasi pasar terbuka melalui pembelian SBN hingga Rp 195 triliun.
"Sebagai gambaran selama 2020 ini kami sudah membeli hampir Rp 195 triliun SBN yang dilepas oleh asing dan itu kami lakukan dalam upaya menjaga stabilitas rupiah termasuk juga spot maupun DNDF," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo saat Live Streaming RDG BI, Kamis (19/3).
ADVERTISEMENT
Perry menegaskan bahwa BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar. Ada beberapa hal dilakukan Bank Sentral untuk meningkatkan intensitas stabilisasi. Yaitu melalui pasar DNDF, pasar spot, dan pembelian SBN dari pasar sekunder.
Selain dengan operasi pasar terbuka, Bank Sentral telah melakukan kebijakan moneter lainnya, yakni memangkas suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate sebanyak 25 basis poin ke 4,5 persen.