RUU KUP Lolos di Komisi XI DPR, Bagaimana Nasib Pajak Sembako?

30 September 2021 12:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani berkunjung ke Pasar Santa, Jakarta Selatan, untuk berbelanja dan menjelaskan PPN Sembako (14/6). Foto: Instagram/@smindrawati
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani berkunjung ke Pasar Santa, Jakarta Selatan, untuk berbelanja dan menjelaskan PPN Sembako (14/6). Foto: Instagram/@smindrawati
ADVERTISEMENT
Pemerintah bersama Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP) untuk naik ke tahap selanjutnya dan disahkan sebagai UU. Persetujuan antara pemerintah dengan DPR ini dilakukan diam-diam, tanpa diketahui publik.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, RUU KUP pun kini berganti nama menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Usulan nama ini sebelumnya pernah disampaikan oleh eks Dirjen Pajak Darmin Nasution saat rapat dengar pendapat umum membahas hal tersebut.
Sejumlah poin dalam RUU KUP sebelumnya mendapat penolakan dari masyarakat, salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan naik menjadi 12 persen. Tak hanya itu, pemerintah juga akan mengenakan PPN pada sejumah komoditas barang dan jasa yang saat ini tak dikenakan, misalnya PPN sembako.
Berdasarkan bahan materi rapat pemerintah dengan Komisi XI DPR RI, Senin (13/9), nantinya barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak seperti barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan dikenakan PPN dengan tarif PPN yang lebih rendah dari tarif normal. Atau, dapat tidak dipungut PPN serta bagi masyarakat yang tidak mampu dapat kompensasi dengan pemberian subsidi.
ADVERTISEMENT
"Pengaturan PPN multi tarif agar mencerminkan keadilan bagi wajib pajak: 1) tarif umum dikenakan dari 10 persen menjadi 12 persen. 2) diperkenankan range tarif dari 5 persen sampai 25 persen," tulis bahan materi tersebut.
Namun berdasarkan materi Ditjen Pajak saat HUT IKPI ke-56, ada empat skema tarif PPN dalam RUU KUP. Untuk skema pertama, yakni tarif PPN umum sebesar 12 persen.
Skema kedua adalah tarif terendah 5-7 persen untuk barang atau jasa yang dikonsumsi untuk masyarakat banyak. Untuk barang kebutuhan pangan dasar rumah tangga yang merupakan konsumsi paling besar masyarakat, dijaga agar harganya terjangkau, sehingga dikenai tarif 5 persen. Sedangkan untuk jasa tertentu (misalnya pendidikan dan angkutan umum) dikenai tarif 7 persen untuk menjaga jasa agar tetap berkualitas dan terjangkau.
ADVERTISEMENT
Skema ketiga, tarif tertinggi 15-25 persen untuk barang mewah atau sangat mewah, contohnya rumah, apartemen mewah, pesawat terbang, yacht, serta barang mewah lainnya seperti tas, arloji, dan berlian.
Skema keempat, tarif PPN Final 1 persen untuk pengusaha atau kegiatan tertentu.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memastikan golongan masyarakat bawah akan tetap dibebaskan pengenaan PPN untuk barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa pelayanan sosial.
"Pemerintah dan DPR sungguh-sungguh mendengarkan dan berkomitmen terus memberikan dukungan bagi kelompok masyarakat bawah, maka barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN," tulis Yustinus dalam akun Twitternya hari ini, Kamis (30/9).
ADVERTISEMENT