Saham Didepak dari Bursa, Ini Risiko Yang Harus Ditanggung Investor Ritel

17 Februari 2021 21:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (23/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (23/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Sebanyak 13 perusahaan yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) terpantau masuk dalam radar delisting atau terancam dihapus tahun ini. Ketiga belas saham tersebut telah dibekukan dan akan masuk masa suspen 24 bulan dalam kurun waktu Januari-Desember 2021.
ADVERTISEMENT
Mereka diketahui belum memenuhi kewajiban sebagai perusahaan terbuka berdasarkan Peraturan Bursa Nomor I-I. Adapun jika benar ke 13 saham tersebut akan di delisting dari bursa, maka investor yang mengoleksi saham mereka akan terdampak.
Adapun dampak yang harus ditanggung oleh investor berbeda bergantung dari jenis delisting perseroan. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan berdasarkan Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham Di Bursa, delisting dibedakan menjadi dua.
“Pertama delisting secara sukarela berdasarkan permohonan Perusahaan Tercatat (voluntary delisting) dan kedua Perusahaan Tercatat dihapus pencatatannya oleh Bursa karena tidak memenuhi ketentuan sebagai Perusahaan Tercatat (forced delisting),” ujar Nyoman kepada kumparan, Rabu (17/2).
Menurut Nyoman jika emiten masuk dalam Voluntary Delisting, maka berdasarkan Peraturan I-I Bursa yang berlaku, Perusahaan Tercatat wajib melakukan pembelian kembali saham alias buyback. Semua kewajiban penyampaian laporan dan keterbukaan informasi wajib telah dipenuhi sebelum efektif voluntary delisting dilakukan. Ini artinya dana investasi milik investor berpotensi bisa kembali.
ADVERTISEMENT
Namun untuk forced delisting, yaitu delisting karena kondisi going concern Perseroan, legal issues atau tidak memenuhi ketentuan Bursa sehingga Efek Perseroan disuspen, hingga saat ini belum ada kewajiban agar perseroan melakukan buyback. Sehingga dana investor terancam tidak kembali.
Namun, menurut Nyoman, aturan ini tengah diusulkan untuk diubah. Saat ini Otoritas Jasa Keuangan tengah menyusun beleid baru agar emiten yang didepak paksa dari bursa juga wajib melakukan buyback. Sayangnya beleid tersebut belum berlaku.
“Adapun mengenai RPOJK No. 04/2020 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal, berdasarkan pantauan kami pada website OJK, saat ini RPOJK tersebut belum berlaku,” ujarnya.
Direktur penilaian Perusahaan I Gede Nyoman Yetna. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Namun, menurut Nyoman, pihaknya tetap akan melakukan beberapa tindakan untuk memproteksi investor publik yang sahamnya terdampak delisting paksa.
ADVERTISEMENT
Pertama, bursa akan menyampaikan reminder dalam bentuk Pengumuman Bursa kepada Publik terkait adanya potensi delisting atas Perusahaan Tercatat tertentu. Pengumuman dilakukan secara periodik setiap 6 bulan sekali sejak dilakukan suspensi oleh Bursa.
Dalam Pengumuman reminder delisting tersebut, Bursa juga menyampaikan informasi nama Pengurus Perseroan termasuk nomor kontak Perusahaan dengan maksud apabila ada pertanyaan dari investor/stakeholders dapat menghubungi Perseroan.
Kedua, Bursa melakukan dengar pendapat dan permintaan penjelasan untuk disampaikan kepada publik terkait dengan rencana bisnis dalam rangka memperbaiki hal-hal yang menjadi penyebab dilakukannya suspensi oleh Bursa.
Ketiga, dalam rangka proteksi kepada Investor, Bursa juga telah mencantumkan Notasi Khusus pada kode saham Perusahaan Tercatat yang memiliki kondisi tertentu yang terkait dengan permasalahan going concern dan performance yang tidak favorable. Diharapkan hal tersebut memberikan awareness awal kepada investor tentang kondisi Perusahaan Tercatat sebelum mengambil keputusan investasinya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurut Nyoman, bursa juga tidak mengizinkan Direksi, Komisaris termasuk Pemegang Saham Pengendali yang mengakibatkan sebuah Perusahaan Tercatat didelist oleh Bursa (forced delisting) untuk menduduki jabatan sebagai Direksi/Komisaris dan/atau sebagai pengendali di Calon Perusahaan Tercatat yang akan masuk sebagai perusahaan tercatat baru di Bursa.
Di samping itu, bursa juga akan berusaha untuk meminimalisir Perusahaan Tercatat terkena forced delisting. “Apabila terdapat indikasi bahwa Perusahaan Tercatat mengalami satu atau lebih kondisi berpotensi untuk dilakukan forced delisting, maka Bursa dapat meminta rencana pemulihan kondisi Perusahaan Tercatat dan Perusahaan Tercatat wajib mengumumkan kepada publik perkembangan realisasi rencana pemulihan kondisi tersebut,” ujarnya.