Saham Perbankan Kompak Lesu, Dirut BTN Buka Suara

9 Februari 2025 19:09 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Nixon Napitupulu di kantor Kementerian BUMN, Selasa (21/1/2025). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Nixon Napitupulu di kantor Kementerian BUMN, Selasa (21/1/2025). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN), Nixon Napitupulu, buka suara terkait ambruknya saham-saham emiten perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) di pekan ini.
ADVERTISEMENT
Adapun para ekonom memproyeksi kondisi likuiditas atau kemampuan perbankan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya, memang sedang mengetat.
Meskipun berdasarkan data OJK, Kondisi likuiditas perbankan per akhir November 2024 dinilai ample atau memadai dengan kondisi alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD), alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK), dan liquidity coverage ratio (LCR) masing-masing sebesar 112,94 persen, 25,57 persen, dan 213,07 persen. Adapun loan to deposit ratio (LDR) pada periode yang sama tercatat sebesar 87,34 persen, yang dinilai masih memadai dalam mengantisipasi peningkatan kredit.
Nixon melihat, terkoreksinya saham perbankan tidak hanya terjadi pada emiten pelat merah alias Himpunan Bank Negara (Himbara), termasuk BTN, namun juga perbankan swasta lainnya.
"Memang tahun 2025, termasuk analis aku tanya, kenapa pada lepas saham bank-bank di Indonesia bukan cuma Himbara, hampir seluruh bank sahamnya dikoreksi, karena mereka melihat ketatnya likuiditas," ungkapnya saat ditemui di Istora Senayan, Minggu (9/2).
ADVERTISEMENT
Nixon menjelaskan, para analis memprediksi pertumbuhan kinerja perbankan di tahun ini tidak semoncer sebelumnya, salah satu pekerjaan besar adalah di sisi likuiditas.
"Jadi mereka, para analis, enggak yakin pertumbuhannya akan seperti masa-masa sebelumnya. Nah ini yang jadi PR banget adalah memang menjaga pertumbuhan dengan likuiditas yang ketat," tuturnya.
Lebih lanjut, Nixon menyampaikan jika likuiditas bank yang ketat akan menyebabkan penurunan keuntungan atau profit perusahaan. Dengan begitu, banyak bank besar akhirnya mengoreksi proyeksi pertumbuhannya.
"Saya juga kaget, bank-bank besar seperti BCA aja mengoreksi pertumbuhannya gitu ya. Kita juga jadi 7 persenan, mungkin mirip-mirip lah yang lain," pungkasnya.
Berdasarkan catatan kumparan, saham-saham perbankan terlihat kompak merosot pada perdagangan Kamis (6/2), salah satunya saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). BMRI terpantau kehilangan 400 poin (7,24 persen) ke 5.125 dan dalam sepekan ambruk 16,19 persen.
ADVERTISEMENT
BBCA juga sama. Sejak sepekan sahamnya menjadi obrolan di kalangan investor karena terus merosot. Hingga pukul 11:00 WIB, harganya merosot ke level 8.000an atau kehilangan 175 poin (1,64 persen) ke 8.950 dan dalam sepekan kehilangan 3,76 persen.
Merosotnya kedua saham bank jumbo ini terjadi justru usai pengumuman laba bersih sepanjang 2024 baru-baru ini. BMRI melaporkan meraup laba bersih Rp55,78 triliun sepanjang tahun 2024, meningkat 1,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara BBCA bahkan tembus rekor, mencapai Rp 54,8 triliun pada tahun 2024. Nilai ini naik 12,7 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain BMRI dan BBCA, saham PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) juga merosot 2,42 persen ke 2.040. Padahal sempat dibuka ke posisi 4.120. Ada 251 ribu lot yang antre masuk.
ADVERTISEMENT